Medan, medanoke.com | Banjir bandang yang melanda Sumatera Utara (terutama wilayah Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan sekitarnya) pada akhir November 2025 ini memang menjadi sorotan karena video viral yang menunjukkan kayu gelondongan terbawa arus.
Banyak warganet dan aktivis lingkungan (seperti WALHI) menduga hal ini terkait pembalakan liar (illegal logging) yang memperparah bencana.
Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara tegas membantah dugaan tersebut. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan bahwa kayu-kayu gelondongan yang terbawa banjir bukan hasil pembalakan liar. Menurutnya, praktik ilegal logging lebih banyak terjadi di wilayah Indonesia Timur, bukan di Sumatera Utara.
Menurutnya, kayu tersebut sebagian besar berasal dari:
Pohon lapuk tua yang sudah mati secara alami. Pohon yang tumbang akibat cuaca ekstrem (hujan deras disertai siklon tropis). Area penebangan legal di Areal Penggunaan Lain (APL) milik Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), seperti perkebunan atau lahan non-hutan resmi.
Dwi Januanto Nugroho menekankan: “Kayu yang terbawa banjir sebagian besar merupakan kayu lapuk tua atau tumbang alami. Ini hasil analisis kami dan laporan dari wakil menteri.”
Pernyataan ini disampaikan pada 28 November 2025 di kantor KLHK, Jakarta. Hal ini pun segera memantik reaksi keras dari warga Sumatera Utara yang merasa penderitaan mereka dikecilkan.
Malam ini, Minggu (30/11/2025), puluhan warga Sumut dari berbagai elemen masyarakat, dan juga mahasiswa menggelar aksi seribu lilin di depan Postblock Medan.
Adapun aksi ini, selain menyampaikan kekecewaan atas ketidakhadiran negara pada bencana yang melanda pulau Sumatera, tidak ditetapkannya bencana yang melanda pulau Sumatera sebagai Bencana Nasional, juga sebagai bentuk protes atas statemen kementerian kehutanan dan lingkungan hidup.
Salah satu peserta aksi yang juga merupakan Ketua Umum dari Horas Bangso Batak (HBB), yaitu Lamsiang Sitompul SH MH dalam orasinya mengatakan jika kementerian kehutanan mengatakan bahwa kayu-kayu gelondongan itu bukan dari pembalakan liar, lantas jika bukan dari pembalakan liar berarti kayu gelondongan yang rapi tergergaji itu adalah dari pembalakan resmi.
“Untuk itu kepada Presiden Republik Indonesia agar segera mencopot menteri kehutanan,” ujar Lamsiang.
Adapun permintaan mencopot menteri kehutanan ini, karena menteri kehutanan lah yang mempunyai kuasa untuk memberikan perizinan bagi penebangan-penebangan tersebut.
Lamsiang juga menyesalkan tidak ada satupun statemen resmi dari pemerintah yang menyatakan bahwa mereka telah melakukan kesalahan dengan menerbitkan izin-izin, dan mengaku salah tidak menertibkan alih fungsi hutan dan pengrusakan lingkungan.
“Kalau kita lihat tumpukan-tumpukan kayu itu, tidak bisa juga dibuktikan yang mana itu yang berizin atau tidak, karena berizin atau tidak, kayu-kayu tersebut telah menimbulkan kehancuran,” sambung Lamsiang.
Selain itu, Lamsiang juga menyinggung komentar miring dari seorang pejabat Badan Penanggulangan Bencana yang berkomentar seakan-akan masyarakat Sumut-Aceh-Sumbar terlalu mendramatisir bencana.
“Bagaimana seorang pejabat mengatakan hal seperti itu, seakan-akan kita yang mendramatisir? Padahal sampai saat ini sudah tiga ratusan korban yang meninggal!!” Ujar Lamsiang.
Perlu diketahui sejauh ini korban akibat bencana banjir dan longsor terbanyak berasal dari Sumatera Utara dengan jumlah meninggal 210 orang, 213 orang hilang, yang terkonsentrasi di wilayah Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Sibolga, dengan ribuan warga mengungsi (sekitar 41.000 jiwa).
Di Sumatera Barat, 129 meninggal, 118 hilang, yang paling parah di Kabupaten Agam, diikuti Padang dan sekitarnya.
Sedangkan di Aceh, korban utama dari Bener Meriah, Aceh Tenggara, dan Aceh Tengah, dengan jumlah korban meninggal 96, 75 orang hilang dengan 218.000 pengungsi.
Selain itu, tercatat 646 orang luka-luka secara keseluruhan, dan total pengungsi mencapai 290.100 jiwa.
Lamsiang juga menyampaikan kekecewaan dirinya karena sejak dahulu kala kekayaan dari pulau Sumatera dikeruk dan dibawa ke Pulau Jawa, namun saat terjadi bencana, pemerintah seakan tidak mau tahu.
“Bagi yang mendengar suaraku ini, coba tanyakan kepada presiden apakah pulau Sumatera ini masih bahagian dari Indonesia?” Ujar Lamsiang. (Pujo)
Medan, medanoke.com | DPD Gerindra Sumatera Utara (Sumut) bekerjasama dengan Yayasan Hati Emas Indonesia membuka…
Medan, medanoke.com | Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dari PTPN IV kembali menunjukkan…
Medan, medanoke.com | Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Komando Bela Tanah Air atau KOMBAT Restorasi Indonesia turut…
Medan, medanoke.com | Ahmad Daud S.Sos Ketua Bidang Sosial Ekonomi PP Gerakan Pemuda Islam (GPI),…
medanoke.com- MEDAN, Ketua Dewan Pembina Pengurus Besar Ikatan Sarjana Melayu Indonesia (PB ISMI), DR Tun…
medanoke.com- Medan, LBH Medan mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk segera menetapkan status darurat Bencana…
This website uses cookies.