Medan, medanoke.com | Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) memberi kritikan keras terhadap pernyataan Pemerintah dalam menanggapi gelombang unjuk rasa dan tuntutan masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.
Presiden Republik Indonesia, H. Prabowo Subianto, menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) belum bisa menghilangkan watak militeristiknya sebagai Prajurit, Rabu (10/09/2025).
KontraS Sumatera Utara menyoroti pernyataan Prabowo Subianto dalam pertemuan dengan Pemimpin Redaksi dalam beberapa waktu lalu. Dalam wawancara dengan beberapa Jurnalis Senior, Prabowo Subianto ditanyai soal desakan masyarakat untuk menarik Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari pengamanan unjuk rasa. Namun Prabowo Subianto tidak memberikan sinyal akan melakukannya.
Bagi KontraS Sumatera Utara, tuntutan penarikan TNI dari pengamanan unjuk rasa merupakan salah satu tuntutan prioritas. Terlebih 17+8 tuntutan yang disampaikan masyarakat. Tuntutan penarikan TNI dari pengamanan sipil juga bentuk penolakan masyarakat sipil terhadap pasal mengenai tugas pokok TNI dalam operasi Militer selain perang yang salah satunya adalah membantu Kepolisian Negera RI dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban.
Pasal ini pula yang ditolak oleh masyarakat sipil pada saat Revisi Undang-Undang (RUU) TNI beberapa waktu lalu. Keberadaan TNI dalam pengamanan ini bukannya memberikan keamanan bagi masyarakat yang sedang ingin menyampaikan pendapat di muka umum tapi justru menyebabkan ketakutan dan ancaman.
Prabowo Subianto terus-menerus beralasan bahwa keberadaan TNI penting untuk melakukan pengamanan bagi masyarakat sipil. Ditambah lagi adanya tuduhan terorisme atau makar dalam gelombang demonstrasi baru-baru ini, yang mengakibatkan ribuan orang ditangkap, 10 orang tewas, dan berbagai kriminalisasi atas tuduhan provokasi.
Prabowo Subianto seolah menyangkal bahwa gelombang demonstrasi besar-besaran tersebut merupakan kemarahan organik Rakyat atas berbagai persoalan Ekonomi dan Politik yang mempersulit kehidupan mereka, serta arogansi pejabat publik yang menghina Rakyat.
Jika memang ada kelompok yang memanfaatkan kemarahan publik ini, mengapa para korban, seperti Delpedro dan rekan-rekannya, yang jelas-jelas merupakan Aktivis kemanusiaan yang telah bekerja untuk memajukan Hak Asasi Manusia (HAM), justru ditangkap dan dikriminalisasi.
Sifat bengal Prabowo Subianto dalam mempertahankan kehadiran TNI di sektor keamanan menguatkan watak militeristiknya. Pendekatan militeristik jelas tidak akan menyelesaikan masalah apa pun, selain meningkatkan potensi perampasan hak berpendapat dan kekerasan yang dialami Rakyat.
Justru fakta di lapangan menunjukkan, keberadaan TNI dalam unjuk rasa malah memperkeruh suasana. Misalnya yang ditemukan majalah Tempo terkait dugaan keterlibatan Prajurit TNI dalam kerusuhan massa dibeberapa Daerah. Mulai dari mobilisasi aksi melalui whatsapp hingga melontarkan kalimat provokatif di lapangan.
Pada demonstrasi di Medan pada 1 September lalu, massa aksi demonstrasi menangkap seseorang yang didapati berulang kali berupaya memprovokasi massa aksi demonstrasi untuk melakukan kerusuhan. Orang tersebut mengaku seorang Prajurit TNI dari Kodim 0102/Medan. Walau pengakuan tersebut dibantah oleh Kapendam 1/Bukit Barisan, Kolonel Inf Asrul Kurniawan Harahap.
Jika itu benar, harusnya Kodam 1/Bukit Barisan mendorong kepolisian untuk memproses secara hukum terduga provokator tersebut karena telah mencoreng nama TNI dengan mengaku-ngaku sebagai Prajurit TNI. Yang mana, ini sekaligus untuk membuktikan bahwa provokasi sesungguhnya tidak hadir dari peserta demonstran.
Bantahan demi bantahan yang disampaikan para petinggi TNI tidak cukup menampik dugaan keterlibatan Prajurit dalam kerusuhan. Berbagai media yang menunjukkan adanya keterlibatan provokatif prajurit TNI dalam demonstrasi harus diusut secara transparan.
Namun, lebih dari menuntut pelaku provokasi sebenarnya. Tuntutan untuk mengakhiri keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan Prajurit TNI ke barak merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar dan harus dipenuhi segera. Prabowo Subianto seharusnya fokus pada Substansi tuntutan yang telah memicu kemarahan publik. Yang mana, jika tuntutan ini dipenuhi, TNI tidak perlu dikerahkan untuk pengamanan. Lebih lanjut, peran TNI adalah menjaga perbatasan, bukan untuk berhadapan langsung dengan warga sipil.
Prabowo Subianto juga harus melakukan evaluasi terhadap Polri agar melakukan pengendalian massa sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masyarakat sudah lelah dengan berbagai tindak kekerasan aparat kepolisian dalam penanganan massa.
Selain itu, Prabowo Subianto juga didesak untuk lebih peka terhadap tuntutan masyarakat. Terkhusus pemenuhan 17+8 yang sudah diberikan waktu jatuh tempo untuk melaksanakannya. Jangan hanya melakukan manuver politik yang justru akan menyulut kemarahan lebih besar dari masyarakat.(Pujo/Ril KontraS)
MEDAN, medanoke.com | Niat H. Ahmad Muhajir menjadikan lingkungan tempat tinggalnya di Garu VI Kelurahan…
Medan, medanoke.com | Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara sangat menyayangkan aksi mogok kerja…
Medan, medanoke.com | Makin santer pembicaraan mengenai sekretaris Komisi E DPRD Sumatera Utara, Edi Surahman…
Medan, medanoke.com | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) diminta menetapkan mantan Pj Bupati Langkat,…
Diduga preman suruhan saat menghancurkan kantin milik Fatmiyati (ist) Deli Serdang, medanoke.com | Kepala Dinas…
medanoke.com- MEDAN, Warga Desa Sideak Kecamatan Palipi Kabupaten Samosis menggruduk Kejati Sumut, Selasa (16/9/2025). Mereka…
This website uses cookies.