
MEDAN, medanoke.com | Informasi diterima Kuasa Hukum warga terdampak yaitu Riki Irawan SH. MH. bahwa Dumas yang telah dilayangkan sebelumnya-terkait dugaan kesewenang-wenangan PT Unilever Gloves, telah ditindaklanjuti Poldasu.
Info yang diterima, keseriusan pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam menelusuri keresahan warga desa Patumbak Kampung dibuktikan dengan penunjukan unit 3 Tipidter Ditreskrimsus Poldasu dengan Ketuai Tim Kompol Dedi Mirza.
Selain itu, terkait Dugaan Kriminalisasi oleh Pihak Polsek Patumbak, Bid Propam sedang membentuk tim dari Subdit Wabprov, Subdit Paminal dan Subdit Provost guna melakukan penyelidikan di Polsek Patumbak.
Pengaduan Masyarakat (Dumas) ini dilayangkan dalam bentuk pengaduan yang merupakan bagian dari 12 laporan yang sebelumnya dilayangkan ke 12 Lembaga Negara.
Adapun berita sebelumnya, PT Universal Gloves dilaporkan warga Desa Patumbak Kampung, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang ke 12 Lembaga Negara dikarenakan dugaan pencemaran lingkungan. Laporan ini berawal dari keresahan warga terkait bau busuk cangkang kelapa sawit dari gudang PT Universal Gloves yang menyiksa mereka selama beberapa bulan ini.
Siang dan malam, tumpukan limbah itu mengepung rumah-rumah warga, ditambah bising dan getaran berasal dari alat berat yang tak pernah berhenti bekerja mengganggu istirahat dan dikhawatirkan merusak rumah-rumah disekitar.
Atas dasar keresahan tak berujung itu, warga lantas menggandeng Kantor Hukum Riki Irawan & Rekan untuk melayangkan pengaduan resmi ke 12 lembaga negara, mulai dari Kemenkopolhukam, Gubernur Sumatera Utara, Kapolda Sumut, hingga Komnas HAM.
Surat bernomor Nomor : 14/KH-RP/IX/2025 itu memuat sederet tuduhan. Mulai dari bau menyengat, kebisingan, rumah warga yang retak, hingga keberadaan gudang yang berdempetan dengan permukiman dan lokasi latihan karate anak-anak.
“Ironis, mediasi sudah berulang kali digelar. Tapi perusahaan tetap beroperasi. Bahkan makin masif, seakan hukum hanya dekorasi,” ujar kuasa hukum warga, Riki Irawan, Sabtu, (27/9/2025).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Riki, alih-alih menghentikan sumber pencemaran, aparat yang seharusnya menjaga ketertiban justru bergerak cepat demi menanggapi laporan perusahaan.
Teranyar, dua warga, Sumantri dan Tumaham Bernard Nadapdap, justru dipanggil ke Polsek Patumbak dengan tuduhan merusak barang milik PT Universal Gloves.
Pemanggilan terhadap warga tersebut berdasarkan laporan pihak PT Universal Gloves yang teregistrasi dalam Laporan Polisi Nomor:LP/B/513/IX/2025/SPKT/POLSEK PATUMBAK/POLRESTABES MEDAN /POLDA SUMATERA UTARA tertanggal 10 September 2025.
“Ini kriminalisasi. Warga hanya menuntut haknya untuk hidup di lingkungan yang sehat,” jelas Riki.
Dalam surat pengaduan, Riki mengingatkan bahwa aktivitas PT Universal Gloves berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 62 ayat (1): Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 62 ayat (2): Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kegiatan: Penghentian sumber pencemaran
Pemulihan lingkungan dan Pencegahan kerusakan lingkungan lebih lanjut.
Kemudian, Pasal 65 ayat (1) menegaskan hak setiap orang atas lingkungan yang baik dan sehat, sementara Pasal 69 melarang keras pembuangan limbah tanpa pengelolaan.
“Aparat tidak boleh menutup mata. Hak atas lingkungan hidup adalah hak konstitusional warga,” tegas Riki.
Namun, bagi warga Patumbak, persoalan ini bukan sekadar soal bau tak sedap. Mereka merasa ditinggalkan negara.
“Polisi yang mestinya melindungi, justru sigap melayani laporan perusahaan,” imbuh Riki.
Pertanyaan yang menggantung, kata Riki, sangatlah sederhana.
“Apakah hukum di negeri ini masih berpihak pada rakyat, atau hanya tunduk pada suara korporasi?” pungkasnya.(Pujo)