PENULIS : Tassya Tarigan, Samuel Yohanda Rhaum Silaen, Jhon Matthew Sipayung
Semakin meningkatnya penggunaan transportasi udara, industri penerbangan sudah harus melakukan pengenalan terhadap sistem manajemen keselamatan (Safety Management System) yang ditetapkan International Civil Aviation Organization (ICAO) kepada stakeholder terkait dalam kegiatan penerbangan melalui proses pendidikan dan pelatihan.
Sehingga, alur identifikasi hazard dan manajemen resiko keselamatan dapat menjadi sebuah kebiasaan dan dapat mendukung budaya keselamatan penerbangan yang fundamental. Didalam dunia Penerbangan, terdapat tiga hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain yakni keamanan, keselamatan dan kecelakaan penerbangan.
Pengertian keamanan dan keselamatan yang digunakan dalam penerbangan termuat dalam UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, sedangkan kecelakaan Penerbangan termuat di dalam Annex-13 tentang Investigasi Kecelakaan dan Insiden Pesawat. Apabila keamanan dan keselamatan dalam penerbangan diabaikan dan belum dapat terpenuhi maka kecelakaan pesawat tidak dapat dihindari.
Serta faktor kecelakaannya tidak pernah disebabkan hanya oleh satu faktor (single factor) melainkan akumulasi dari berbagai faktor (multi factors). Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor manusia (human factor), mesin (machine), lingkungan (environment) dan pengelolaan (management).
Seperti pada data Direktorat Navigasi Penerbangan, masih banyak kendala pemenuhan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan ataupun fasilitas lainnya. Hal ini ditandai dengan masih adanya kecelakaan ataupun insiden di bidang penerbangan. Insiden penerbangan dapat berupa Break of Separation (BOS) ataupun Break of Coordination (BOC).
Salah satu hal yang melatarbelakangi permasalahan mengapa keamanan dan keselamatan belum dapat terpenuhi hingga saat ini, yaitu penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan yang belum menerapkan SMS. Dimana Sistem Manajemen Keselamatan (SMS) didefinisikan sebagai “Pendekatan yang terorganisir untuk mengelola keselamatan, termasuk struktur organisasi, akuntabilitas, kebijakan, dan prosedur yang diperlukan.” (ICAO, 2013, hlm. 1-2)
Secara umum SMS berfokus pada pendekatan sistematis untuk mengidentiikasi dan menghadapi resiko dalam usaha untuk meminimalkan kehilangan atas nyawa manusia (human life), kerusakan properti penerbangan (property damage) dan pencabutan izin terbang, mengefektifkan pengeluaran dana, mengurangi timbulnya dampak buruk terhadap masyarakat dan kerusakan lingkungan. (Sisilia, 2009)
Sedangkan menurut Ludwig (et al. 2007) mengartikan SMS sebagai pendekatan proaktif untuk mengelola keselamatan yang terkonsentrasi pada pengendalian proses dari pada hanya mengandalkan pemeriksaan dan tindakan perbaikan pada produk akhir. Seperti digambarkan diatas bahwa setiap “irisan” mewakili segmen atau lapisan organisasi yang berbeda.
Dalam diagram tersebut, sebuah organisasi umum diwakili oleh empat segmen dalam lingkungan bandara, hal ini dapat mencakup kelompok-kelompok seperti fasilitas, operasi, keselamatan dan manajemen. Setiap implementasi SMS akan memiliki serangkaian lapisan yang disesuaikan yang berkoordinasi untuk menciptakan budaya keselamatan SMS.
Setiap irisan memiliki lubang yang melambangkan potensi bahaya keselamatan yang tidak diketahui, karena lapisan tersebut tidak menangani jenis bahaya tersebut atau karena kesalahan manusia. Namun, ketika lapisan ini disatukan oleh prinsip-prinsip SMS, maka akan lebih kecil kemungkinannya suatu bahaya dapat melewati semua tingkat tanpa diidentifikasi dan dimitigasi.
Dalam Annex 19 tentang Safety Management, framework SMS terdiri dari 4 unsur yaitu, safety policy and objectives (kebijakan keselamatan) berupa komitmen manajemen dan tanggung jawab, manajemen risiko keselamatan (safety risk management) berupa identiikasi hazard dan mitigasinya, jaminan keselamatan (safety assurance) berupa pengawasan kinerja keselamatan, dan promosi keselamatan (safety promotion) berupa pelatihan dan edukasi.
Dari berbagai sumber yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan definisi SMS adalah suatu pendekatan proaktif dan sistematis yang dilakukan oleh organisasi dengan tujuan mengidentifikasi hazard, mengendalikan risiko, memitigasi kejadian, menentukan biaya keselamatan dan mengutamakan pengendalian proses.
Namun menurut penelitian “Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Sebagai Standar Keselamatan Pelayanan Lalu Lintas Udara” oleh Sisilia pada tahun 2009 ditemukan bahwa kendala penerapan SMS yang pertama adalah safety culture. Oleh karena itu, penerapan SMS dalam sebuah organisasi harus berakar dari safety culture yang melekat pada organisasi tersebut.
Jika sudah menerapkan SMS, mengapa masih juga membutuhkan Budaya Keselamatan ?
Hal ini berakar dari kurangnya kepedulian pekerja dan stakeholder terkait terhadap keselamatan penerbangan sehingga melakukan penyembunyian kecelakaan yang harusnya dilaporkan serta tidak seorang pun pekerja atau stakeholder mau mengotori catatan keselamatan akibat insiden yang dialami sehingga menutupi kecelakaan yang terjadi dan merasa tidak penting untuk melakukan pelaporan yang terjadi karena beranggapan tidak ada untungnya untuk diri mereka.
Perlu diketahui bahwa budaya Keselamatan bukan sesuatu yang bisa didapat atau dibeli, namun merupakan sesuatu yang dicapai sebuah organisasi sebagai hasil gabungan Budaya Organisasi, Budaya Profesional dan Budaya Nasional. Didalam dunia penerbangan, budaya keselamatan atau sering disebut sebagai safety culture merupakan salah satu upaya strategis dalam mewujudkan keselamatan penerbangan.
Budaya Keselamatan sendiri adalah istilah gabungan di mana dua komponen, yaitu keselamatan dan budaya, dapat didefinisikan secara independen dari berbagai perspektif. Sebagai contoh, badan pengatur dan perusahaan asuransi cenderung mengacu pada keselamatan dalam hal tingkat risiko yang dapat diterima. (Wells & Chadbourne, 2000)
Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization) dalam Human Factor Digest 10 memberikan defenisi Safety Culture yaitu :
“Budaya Keselamatan dalam suatu organisasi dapat dianggap sebagai seperangkat keyakinan, norma, sikap, peran dan praktik-praktik sosial dan teknis yang berkaitan dengan meminimalkan eksposur karyawan, manajer, pelanggan dan anggota masyarakat umum terhadap kondisi-kondisi yang dianggap berbahaya atau berisiko.”
Sedangkan Reason (1997) mendefinisikan Budaya Keselamatan sebagai empat kriteria :
1) Reporting Culture, tempat di mana karyawan dapat dengan bebas melaporkan kesalahan dan nyaris celaka.
2) Just Culture, lingkungan yang tidak menghukum dan saling percaya, di mana sistem dan bukan karyawan yang bertanggung jawab atas kesalahan.
3) Flexible Culture, di mana karyawan terlatih dengan baik dan di mana keterampilan, pengalaman, dan kemampuan mereka sangat dihormati, sehingga manajemen dapat menyerahkan kendali kepada para ahli di garis depan dalam kondisi krisis.
4) Learning Culture, di mana organisasi dapat menarik kesimpulan yang tepat dan mengimplementasikan perubahan yang diperlukan berdasarkan data dari sistem informasi keselamatannya.
Seperti manajemen keselamatan, budaya keselamatan juga terdapat 4 unsur didalamnya dan disajikan dalam bentuk piramida seperti pada gambar 5. Di dasar piramida diisi oleh nilai-nilai dasar keselamatan, selanjutnya adalah faktor organisasi (strategi kepemimpinan keselamatan), diikuti oleh sikap dan opini (iklim keselamatan), dan di puncak piramida adalah perilaku keselamatan (atau kinerja keselamatan).
Oleh karena itu, Budaya Keselamatan terdiri dari kumpulan budaya individu dan sub-budaya lainnya dalam batasan lingkungan dan promosi organisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi akan memiliki “Budaya Keselamatan”, namun klasifikasi sebagai baik/buruk, aman/tidak aman, atau dapat diterima/tidak dapat diterima adalah posisi yang tidak diketahui tanpa beberapa pengukuran atau perbandingan dengan organisasi serupa.
Jenis penerapan pada Budaya keselamatan dapat dibedakan dalam sebuah garis dari yang patologis, yang kurang peduli dengan keselamatan selama tidak ketahuan, hingga yang kalkulatif, yang secara membabi buta mengikuti semua langkah yang diperlukan secara logis, hingga yang generatif, dimana perilaku aman sepenuhnya terintegrasi ke dalam semua hal yang dilakukan organisasi (Westrum & Adamski, 1999; Westrum, 1991; Weick, 1987).
Level 1 (Pathological) : Who cares as long as we’re not caught.
Level 2 (Reactive) : Safety is important, we do a lot every time we have an accident.
Level 3 (Calculative) : We have systems in place to manage all hazards.
Level 4 (Proactive) : We work on the problems that we still find.
Level 5 (Generative) : Safety is how we do business around here.
Pada penelitian “Penerapan Safety Management System Pada Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan” oleh Adin, Dewi & Osman pada 2016 ditemukan bahwa Besarnya kontribusi Penerapan SMS yang secara langsung berkontribusi terhadap Keselamatan Penerbangan sebesar 35,4 persen
Sehingga dengan mengenalkan dan menerapkan Safety Management System kepada stakeholder, SMS mampu meningkatkan budaya keselamatan dalam organisasi Penerbangan, SMS membantu mengurangi kecelakaan dan insiden, SMS meningkatkan efisiensi dan efektivitas dan penggunaan SMS memastikan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan.
Sebuah organisasi tidak dapat memiliki SMS yang sukses tanpa budaya keselamatan yang kuat dan selalu budaya keselamatan yang kuat membantu dalam pengembangan SMS (Stolzer, Goglia, & Halford, 2011).
Penting untuk dicatat bahwa “SMS tidak dirancang untuk menciptakan ‘budaya keselamatan, SMS dirancang untuk membangun dan meningkatkan ‘budaya keselamatan’ yang sudah ada” (Garcia & Boyer, n.d., hal. 2). www.medanoke.com
Tembok di komplek perumahan yang dijebol Medanoke.com | Terkait terbitnya berita tentang pelaporan perusakan barang-barang…
Kondisi perlintasan warga di Jl. Young panah hijau Gang Bali Ujung lk 04 Kel.Labuhan Deli…
Proses Persidangan Kasus Pencabulan (Ist) Medanoke.com -Serdang Bedagai | Pengadilan Negeri (PN) Sei Rampah, Sumatera…
Wibi Nugraha (Wibi Mangrove) sebelah kiri, dan Nico Wahira Kunata Batubara mengenakan topi Medanoke.com |…
medanoke.com-Deli Serdang, Ratusan bangunan megah perumahan ruko dibangun developer diatas tanah ex PTPN II diduga…
Kapolres Tanjung Balai, AKBP Yon Edi Winara SH SIK MH saat paparkan tersangka pembakaran Pasar…
This website uses cookies.