
Medanoke.com-Hibah pembangunan gedung Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) yang bersumber dari APBD Sumut tahun 2025 sebesar Rp. 96 miliar selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat, terkhusus oleh Presiden Prabowo.
Demikian ditegaskan Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran Elfanda Ananda dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa 18 Februari 2025.
“Hibah sebanyak itu di tengah Pemprovsu mempunyai hutang Rp. 1,5 triliun kepada pemborong atas pekerjaan proyek Rp. 2,7 triliun yang lalu dan bagi hasil pajak dengan daerah bawahan, sudah selayaknya pemerintah pusat yakni Presiden RI Prabowo Subianto melalui Menteri Dalam Negeri melakukan langkah strategis dengan melakukan evaluasi kebutuhan hibah kepada Kejaksaan,” ungkap Elfanda Ananda.
Menurut Elfanda harus ada evaluasi mendalam mengenai urgensi pembangunan gedung Kantor Kejatisu yang masih layak, yaitu kenapa harus dibangun lagi di tengah upaya efisiensi anggaran dan beban hutang yang menjadi kewajiban Pemprovsu.
Gubernur Sumut perlu juga mengkaji kembali alokasi anggaran hibah Rp. 96 miliar dan mempertimbangkan prioritas yang lebih mendesak, seperti penyelesaian utang dan perbaikan infrastruktur yang lebih mendesak.
“Masih banyak kebutuhan lain yang mendesak diberbagai bidang seperti infrastruktur, pendidikan, sosial dan sebagainya. Selain evaluasi langkah lain, presiden melalui Menteri Dalam Negeri harus meminta kepada Kejaksaan dan Gubernur untuk transparansi dan akuntabilitas,” katanya.
Kepada Kejatisu dan Pemprovsu, lanjut Elfanda, ia pun meminta penjelasan mengenai dasar keputusan untuk memberikan hibah di tengah kondisi keuangan yang sulit, karena ada hutang dan efesiensi anggaran. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik yang sudah membayar pajak.
Mendagri pun harus meminta Gubernur Sumut agar meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran, termasuk dalam hal hibah, agar masyarakat dapat memahami keputusan yang diambil.
Selanjutnya, Mendagri harus meminta agar adanya dialog dengan pemangku kepentingan agar Kejatisu mengadakan dialog dengan Pemprovsu dan pihak terkait lainnya untuk membahas implikasi dari hibah terhadap anggaran daerah dan dampaknya terhadap masyarakat.
Kepada Gubernur Sumut, Elfanda berharap agar proses ini melibatkan masyarakat dan stakeholder dalam proses pengambilan keputusan terkait alokasi anggaran, sehingga keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat.
“Pentingnya prioritaskan pembayaran utang dan instruksi presiden soal efesiensi anggaran kepada Kejaksaan, untuk mendorong Pemprovsu agat memprioritaskan pembayaran utang dan inpres nomor satu soal efesiensi anggaran sebelum mengalokasikan dana untuk hibah,” jelas Elfanda.
Hal ini penting untuk menjaga stabilitas keuangan daerah. Selanjutnya Mendagri harus meminta Gubsu mengimplementasikan kebijakan yang lebih ketat dalam pengeluaran anggaran, dengan fokus pada penyelesaian utang dan efesiensi anggaran agar tidak mengganggu pembangunan prioritas dibidang pendidikan, infrastruktur yang lebih mendesak, kesehatan dan sebagainya.
Presiden melalui Mendagri pun harus memastikan pengawasan dan penegakan hukum agar berjalan. Kejaksaan harus memastikan semua pengeluaran anggaran, termasuk hibah, dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika ada indikasi penyalahgunaan anggaran, tindakan hukum harus segera diambil. Selanjutnya Elfanda meminta kepada Gubernur Sumut untuk mengawasi penggunaan anggaran secara ketat dan memastikan bahwa semua proyek yang dibiayai oleh hibah harus memberikan manfaat yang jelas bagi masyarakat.
“Presiden melalui mendagri memerintahkan agar kedua institusi (Kejatisu dan Pemprovsu) harus mampu membangun kesadaran publik,” tegasnya.
Kejaksaan selaku badan pelayanan publik di bidang hukum juga harus dapat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan anggaran yang baik dan dampak dari keputusan keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah.
Begitu juga Gubernur Sumut harus mengkomunikasikan dengan jelas kepada masyarakat mengenai langkah langkah yang diambil untuk mengatasi masalah keuangan daerah dan bagaimana hibah akan berdampak pada pembangunan.
“Atas situasi kondisi keuangan daerah yang terbebani utang Rp.1,5 trilun dan kebijakan efesiensi anggaran serta evaluasi dana hibah, sudah selayaknya Kejatisu untuk menolak pembangunan gedung kantor Kejatisu yang sudah dianggarakan sebesar Rp. 96 miliar dari APBD Sumut,” tegas Elfanda Ananda.
Begitu juga ingat Elfanda sekali lagi, Gubernur Sumut harus mengutamakan kewajiban membayar utang dan memastikan memberikan dana hibah secara selektif sesuai instruksi presiden tentang efesiensi anggaran, agar tidak mengorbankan pembangunan yang bersumber dari pajak rakyat. (Pujo)