Medanoke.com - Soeharto & Siti Hartinah
PASCA peristiwa kudeta merangkak tahun 1965, Soeharto naik tahta dengan membantai PKI (Partai Komunis Indonesia) dan orang-orang terdekat Sukarno. Lain sisi Ibu Tien, kerap mengadakan ritual selametan untuk menenangkan diri serta menciptakan rasa aman. Sebab, presiden ke-2 Indonesia keberadaannya dirahasiakan.
“Mbakyu Harto adalah seorang muslimah yang menganut pula paham kejawen. Dia punya kebiasaan membuat sesajen pada hari-hari khusus. Ketika suasana tegang menguasai hatinya lantaran keberadaan Mas Harto tidak diketahui. Mbakyu Harto lalu berniat membuat sesajen dan melakukan doa-doa,” kata Probosutedjo adik Soeharto, dalam memoarnya Saya dan Mas Harto, karya Alberthiene Endah.
PKI pada waktu itu menjadi partai besar dengan anggota sebanyak jutaan orang, dan memiliki ratusan ribu kader. Namun sial, Soeharto haus darah dan membuatnya “menggila” membantai orang-orang yang tak bersalah.
Soeharto menjabat sebagai Panglima Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angtan Darat) saat membantai kurang lebih setengah juta orang PKI.
Berdasarkan data yang dihimpun, Soeharto kumpulkan petinggi militer Angkatan Darat Letkol Ali Murtopo, Brigjen Sabirin, Kolonel Yogasugama, Kolonel Wohono, Kolonel Hartono, dan Brigjen Achmad Wiranatakusumah. Dalam pertemuan itu, Soehato menegaskan jika PKI adalah dalang pembunuhan para jenderal dan berusaha merebut kekuasaan negara. Lalumenghubungi para petinggi Angkatan Laut dan Polri, serta memanggil Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, Komandan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat).
“Surat panggilan Mas Harto kemudian ditanggapi cepat oleh Sarwo Edhie. Sarwo dengan tegap menyatakan sikap. Ini merupakan awal kerja sama Soerhato-Sarwo, yang kemudian menjadi duet yang sangat klop selama aksi pembantaian PKI,” kata Probosutedjo.
Mengendalikan Situasi
Jelas, presiden Sukarno meminta agar Soeharto menghentikan membantai orang-orang yang menurutnya Komunis. Karena waktu itu, Sukarno dapat laporan dari Fact Finding Commission (Komisi yang menghimpun fakta, keterangan, dan bukti jumlah korban akibat peristiwa G30S) jika 78.000 orang melayang nyawanya. “Tapi Pak Harto tak menggubris permintaan itu, sampai Bapak (Sukarno, red) mengeluh, hasil kerjaku selama dua puluh tahun musnah,” kata Ratna Sari Dewi, istri Sukarno, seperti dikutip Eros Djarot dalam Siapa Sebenarnya Seoharto.
Bau anyir darah sesama bangsa terus mengalir, seperti inginkan tumbal. Pembantaian itu terus terjadi sampai mencicipi korban lebih dari 500.000 orang. Bahkan Sarwo Edhie pernah menyebut korbannya mencapai tiga juta orang.
Ibu Tien, sempat gelisah hingga meminta sejumlah syarat pada Probosutedjo untuk sesajen: kue-kue tradisional, kopi, teh, buah-buahan, bunga, dan nasi kebuli untuk sesajen supaya Soeharto pulang ke rumah dengan selamat. Beruntungnya ada Bob, ajudan Soeharto yang muncul hadapan Ibu Tien pada saat-saat mencengkam. Lalu Bob, memberi petunjuk kalau Soeharto ada di Kostrad sedang mengendalikan situasi. Dan Ibu Tien tak jadi membuat ritual.
Mengendalikan situasi bagi Soeharto ialah melenyapkan orang-orang komunis maupun simpatisan atau yang tidak menghendaki adanya Neokolim (penjajahan, penindasan model baru). Hingga Soeharto menjadi presiden dan mewarisi kebencian terhadap penganut ideologi kiri serta merawat baik dengan menciptakan TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966. (Jeng)
medanoke com- MEDAN, Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Sumatera Utara kembali melakukan penahanan terhadap 1…
Elin Syahputra dan Dedi Irawandi Lubis berjalan menuju Mapoldasu MEDAN, medanoke.com | Dua orang Jurnalis/Wartawan…
medanoke.com - Medan, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo Regional 1 Melalui program Tanggung Jawab…
medanoke.com- MEDAN, Berbagai elemen perkumpulan hingga organisasi jurnalis di Kota Medan mendesak agar Kepolisian Daerah…
Medan, medanoke.com | Perkumpulan Aliansi Jurnalis Hukum (AJH) mengecam keras aksi intimidasi dan penganiayaan terhadap…
Medan, medanoke.com | Puluhan wartawan akan datangi kantor Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu), demi mempertanyakan…
This website uses cookies.