KPU Tetapkan DCT Tidak Memuat Keterwakilan Perempuan Paling Sedikit 30%: Koalisi Akan Ikuti Sidang Pembacaan Laporan Pelanggaran Administratif Pemilu di Bawaslu
JAKARTA–medanoke.com, Setelah sebelumnya pada Senin (13/11), Pukul 11.50 WIB, Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendatangi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melaporkan pelanggaran administratif oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka pada Selasa (21/11/2023) Pukul 11.00 WIB, bertempat di Ruang Sidang Bawaslu, Koalisi akan mengikuti Sidang Pembacaan Laporan Pelapor dan Jawaban Terlapor.
Laporan Pelanggaran Administratif Pemilu Koalisi telah terigistrasi di Bawaslu dengan Nomor: 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023. Koalisi diwakili Para Pelapor yang terdiri dari Anggota Koalisi yang telah sejak awal melakukan pengawal keterwakilan perempuan pada Pemilu 2024. Termasuk pengujian norma keterwakilan perempuan dalam Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung (vide Putusan MA No.24 P/HUM/2023), serta Pelaporan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu oleh Ketua dan Anggota KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (vide Putusan DKPP No.110-PKE-DKPP/IX/2023).
Koalisi melaporkan pelanggaran administratif pemilu oleh KPU karena menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR Pemilu 2024 tidak sesuai dengan tata cara penerapan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan sebagaimana perintah UUD NRI Tahun 1945, UU No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination of Discrimination Against Women), Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017, Putusan MA No.24 P/HUM/2023, dan Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU No.10 Tahun 2023.
Pasal 245 UU 7/2017 mengatur bahwa daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen). Ketentuan tersebut dipertegas oleh Pasal 8 ayat (1) huruf c PKPU 10/2023 yang menyebut bahwa “Persyaratan pengajuan Bakal Calon wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) di setiap Dapil”.
Berdasarkan analisis Koalisi atas DCT Pemilu DPR yang ditetapkan dan diumumkan KPU pada 4 November 2023, ditemukan sebanyak 266 DCT dari total 1.512 DCT Pemilu DPR yang tidak memuat ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%. Maka itu, berdasarkan ketentuan Pasal 460 ayat (1) UU 7/2017, perbuatan KPU tersebut secara nyata dapat diklasifikasi sebagai pelanggaran administratif pemilu, yaitu pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan tahapan pencalonan pemilu sebagaimana diatur dalam UU 7/2017 dan PKPU 10/2023.
Selanjutnya, Para Pelapor dalam laporannya meminta kepada Bawaslu untuk membuat Putusan sebagai berikut:
- Menyatakan Komisi Pemilihan Umum terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu karena menetapkan DCT Pemilu DPR tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% di setiap daerah pemilihan Pemilu Anggota DPR sebagaimana tata cara, prosedur, dan mekanisme yang telah diatur dalam Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 jo. Putusan MA No.24 P/HUM/2023.
- Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk memperbaiki Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2024 yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% di setiap daerah pemilihan sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 jo. Putusan MA No.24 P/HUM/2023, yakni Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2024 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% di setiap daerah pemilihan.
- Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk membatalkan atau mencoret Daftar Calon Tetap yang diajukan partai politik untuk Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota di daerah pemilihan yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
Demikian rilis ini dibuat. Koalisi berharap Bawaslu dapat membuat Putusan dalam waktu segera demi memulihkan hak perempuan caleg sebagaimana perintah Konstitusi, CEDAW, dan UU Pemilu.
Hormat Kami,
Para Pelapor
- Hadar Nafis Gumay – (Direktur Eksekutif NETGRIT)
- Wirdyaningsih (Dosen FHUI, Anggota Bawaslu RI 2008-2012)
- Wahidah Suaib (Pegiat Maju Perempuan Indonesia (MPI), Anggota Bawaslu RI 2008-2012)
- Mikewati Vera Tangka (Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia/KPI)
- Listyowati (Ketua Kalyanamitra)
- Misthohizzaman (Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development/INFID)
- Kaka Suminta (Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu/KIPP)
- Hurriyah (Direktur Pusat Kajian Politik/Puskapol UI)
- Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perludem)
- Aji Pangestu (Manager Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat/JPPR)
- Rotua Valentina (Ketua Dewan Pendiri Institut Perempuan)
- Titi Anggraini (Dosen Pemilu FHUI, Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI)).
(aSp/ist)