Bulan: Oktober 2020

KAUM Mengadu Ke Komnas HAM dan Ombudsman Terkait Kasus Khairi Amri

medanoke.com – Medan, Korps Advokat Alumni Umsu (KAUM) membuat laporan terkait kasus ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Khairi Amri kepada Komnas HAM RI, Ombudsman RI dan Komisi Yudisial RI di Jakarta, Kamis (22/10/2020).

Kepala Divisi (Kadiv) Informasi Komunikasi (Infokom) KAUM, Eka Putra Zakran mengatakan berdasarkan hasil analisa dan kajian tim KAUM, bahwa penetapan surat-surat yang dituju kepada Khairi Amri cacat hukum.

“Ada kejanggalan dalam hal penetapan sprindik, surat penangkapan, surat penggeledahan dan surat penahanan terhadap Khairi Amri,” tegas pria yang akrab di sama Epza.

Tim Kuasa Hukum KAUM langsung terbang ke Jakarta untuk membuat laporan pengaduan kepada lembaga lainnya dengan harapan Khairi Amri dapat dibebaskan.

“Karena cacat prosedur penangkapan dan penahanannya. Makanya hari ini, Kamis 22 Oktober 2020 kami akan membuat Laporan/Pengaduan ke Komnas HAM RI, Ombudsman RI dan KY RI. Harapan kita agar Khairi dan kawan-kawan segera dibebaskan,” tandasnya.

Sebelumnya, Khairi Amri telah di tangkap pihak kepolisian pada saat aksi demo tolak Omnibus Law di Medan. Ia di duga menyebar luaskan ujaran kebencian melalui grup Whatsapp, dan di kenakan sanksi UU ITE.(*)

Medanoke.com – Medan, Pihak kepolisian telah menahan 3 orang yang diduga terkait dengan kelompok KAMI dan terlibat dalam aksi demo penolakan UU Cipta Kerja di Medan beberapa waktu lalu. Satu diantaranya merupakan Ketua (KAMI) Medan, Khairi Amri. Ketiganya kini telah dibawa ke Mabes Polri untuk penyelidikan lebih lanjut.

Atas hal tersebut, Ketua KAUM (Korp Advokat Alumni Umsu), Mahmud Irsad Lubis, di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Senin (19/10), mendaftarkan gugatan praperadilan atas penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka kliennya dalam ricuh unjuk rasa penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, Senin (19/10).

“Dari perjalanan kasus ini ada tiga aspek diajukan praperadilan ini, pertama aspek penetapan tersangka, aspek penangkapan dan aspek penahanan klien kami atas nama Khairi Amri,” tegas Mahmud Irsad di Pengadilan Negeri Medan.

Dalam akta permohonan praperadilan nomor 37/Pid.Pra/2020/PN.MDN itu, sebanyak 34 pengacara dari Korps Advokat Alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menjadi kuasa hukum Khairi Amri selaku pemohon. Sedangkan selaku termohon yakni Kapolri, Kapolda Sumut, dan Kapolrestabes Medan.

“Berdasarkan keputusan MK semua peristiwa yang kami dalilkan termasuk penyitaan dan penggeledahan harua dimaknai sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup. Namun klien kami ditangkap waktu aksi unjuk rasa tanpa alat bukti yang cukup,” tambah Mahmud.

Dia mengatakan Khairi Amri ditangkap dengan tuduhan melakukan ujaran kebencian dan menghasut untuk melakukan tindak kekerasan di grup whatsapp yang beranggotakan 50 orang.

“Khairi Amri tidak pernah membuktikan hal tersebut. Dan WA itu didapatkan setelah dia ditangkap dan ditahan. Kami memandang penangkapan dan penahanan itu yang didahului dengan penetapan tersangka tidak sah dengan peraturan yang ada,” jelasnya.

Bahkan kliennya juga dituding mendanai aksi unjuk rasa ricuh di DPRD Sumut pada 8 Oktober 2020 kemarin. Padahal kliennya hanya menyalurkan bantuan makanan dari donatur untuk para mahasiswa yang melakukan demonstrasi.

“Beliau ini (Khairi Amri,red) tukang ojek ini, jadi tukang ojek yang berusaha meruntuhkan negara. Kita belum bisa berpikir ke sana. Dana pribadi yang masuk ke dia, dia share ke grup WA, lalu ada bantuan Rp300 ribu dan Rp100 ribu. Uang itulah digunakan untuk membeli nasi mahasiswa. Lalu apa negara ini bisa runtuh hanya dengan Rp300 ribu rupiah?” ujar Mahmud.

Atas dasar itu, pihaknya menilai penangkapan dan penahanan kliennya terlalu dipaksakan sehingga cacat hukum sehingga harus dibatalkan. Dia juga menilai Mabes Polri tidak punya hak membawa Khairi Amri ke Jakarta untuk ditahan.

“Khairi Amri ditangkap Polrestabes Medan bukan Mabes Polri. Sprindik apa yang digunakan Mabes Polri membawanya ke sana. Klien kami ditangkap dahulu baru digelar perkara untuk penangkapan. Kita memandang tak boleh itu dilakukan. Kami minta klien kami dibebaskan,” tegasnya.

Polisi mengamankan 337 orang yang melakukan kerusuhan dalam aksi unjuk rasa menolak disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja pada hari kedua unjuk rasa di DPRD Sumut, Jumat (9/10)Aksi massa tolak Omnibus Law Cipta Kerja di depan DPRD Sumatera Utara, 9 Oktober 2020. (CNN Indonesia/ Farida)
Tak hanya menempuh upaya praperadilan, pihaknya juga akan mengadukan kasus itu ke Ombudsman RI dan Komnas HAM.

“Besok (Selasa, 20/10) pengacara Khairi Amri akan datang ke Jakarta untuk melakukan tindakan perlawanan hukum ke Ombusdman dan ke Komnas HAM, agar bisa membebaskan Khairi Amri karena penangkapan itu sangat dipaksakan dan prematur,” urainya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan 9 orang sebagai tersangka dugaan penghasutan terkait demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020. Mereka diduga memiliki peran masing-masing dalam memicu ricuhnya demo di sejumlah daerah itu.

Adapun 9 tersangka yang ditetapkan yakni Khairi Amri (KA), Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH), dan Anton Permana (AP). Kemudian Juliana (JG), Novita Zahara S (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP), Kingkin Anida (KA), dan Deddy Wahyudi (DW).

Khairi Amri, yang merupakan Ketua KAMI Medan ditangkap di Medan bersama tiga tersangka lainnya yakni Juliana, Novita Zahara S, Wahyu Rasasi Putri, yang juga merupakan aktivis. Khairi diduga berperan sebagai admin grup WhatsApp (WAG) KAMI Medan.

Dalam WA itu, Khairi diduga menyampaikan ujaran kebencian terhadap DPR RI. Khairi menghasut anggota grup untuk berbuat rusuh. Dia juga disebut memotivasi agar anggota grup WA tersebut tidak takut untuk membuat rusuh saat demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja.(*)

Medanoke.com – Medan, Korps Advokat Alumni UMSU (KAUM) saat ini didapu menjadi Kuasa Hukum dari Khairul Amri, Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, dalam perkara ujaran kebencian dan permusuhan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 45A ayat (2) UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) dan Pasal 160 KUHP.

Husni Thamrin Tanjung, SH., Wakil Ketua KAUM menyatakan “Khairul Amri telah menandatangani surat kuasa khusus kepada KAUM, penandtanganannya di hadapan penyidik di Mabes Polri, karena saat ini beliau ditahan di Mabes”.

Kami memandang bahwa penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan Klien Kami masih prematur, setelah Kami mencermati konsideran Surat Perintah Penangkapan tertanggal 9/10/2020 yang mana laporan Polisi bertanggal 9 Oktober 2020 dengan Pelapor Seorang Polisi berpangkat Bripka, dan pada tanggal itu juga diterbitkan surat perintah penyidikan dengan menerapkan undang-undang yang bersifat umum dan undang-undang yang bersifat khusus, yakni UU-ITE dan KUH Pidana.

Bagaimana mungkin dugaan tindak pidana diketahui pukul 16.00 WIB tanggal 9/10/2020, lalu begitu cepat, hari itu juga dilakukan gelar perkara. Maka patut dipertanyakan alat bukti apa yang dikantongi penyidik sehingga prosesnya sangat kilat. apakah ini dapat menjamin keprofesionalan penyidik dalam mengumpulkan alat bukti?

Selanjutnya dilkukan gelar perkara kembali untuk melakukan penahanan di tanggal 10/10/2020.

Bila UU-ITE itu dihubungkan dengan Pasal 160 KUHP ini sesuatu yang janggal, satunya UU khusus satu lagi UU bersifat umum, seharusnya penyidik memilih satu pasal saja untuk diterapkan, sangat janggal diterapkan kedua pasal itu secara bersamaan. Menurut Kami menjerat dengan UU itu harus dengan bukti yang kuat dan tentunya memerlukan keterangan ahli untuk menilai apakah bahasa Klien Kami itu memang bersifat hasutan, kebencian dan permusuhan, tidak bisa serampangan menerapkan pasal itu, apalagi dalam satu hari penyidik langsung melekatkan status tersangka.

Untuk itu, Kami berencana menguji kerja-kerja penyidik tersebut melalui praperadilan.(*)