www.medanoke.com- Medan, Sambut Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ke 16 (HAKTP2024) dan Hari HAM Sedunia, sekelompok aktifis penggiat seperti FJPI (Forum Jurnalis Perempuan Indonesia), YSL (Yayasan Srikandi Lestari), Institut Sumatera, Rumah Literasi Ranggi, Gema Prodem, menggelar Festival Literasi Merdeka yang diadakan selama 2 hari, mulai Jumat dan Sabtu (29-30/11) di Gedung Juang 45, Jalan Pemuda no 18, Medan, Sumatera Utara.
Menutup rangkaian 2 hari Festival Literasi Merdeka, pada Sabtu (30/12) di menggelar Bazar Buku dan Pojok Baca. bersamaan dengan itu juga digelar Forum Diskusi Penulis dan Penerbit Sumut yang mengusung tema “Menakar Eksistensi Penulis dengan Faslitator nya Avena Matondang.
Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan Orasi Budaya oleh Prof Dr Ritha Dalimunthe, Guru Besar USU dan juga sebagai Ketua Prodi Kewirausahaan FEB USU.
Mengakhiri rangkaian kegiatan pada Jumat (29/11), penggiat seni teater Nadira Mei Shakila
menyuguhkan Panggung Seni Teater Perempuan yang berjudul 2 IBU 1 MIMPI.
Sebagai penutup rangkaian kegiatan Festival , Sabtu (30/11) hadir sebagai Narasumber Juniarti Aritonang (BAKUMSU) dan kemudian dilanjutkan dengsn “Sharing Session” buku ZENIT NADIR SANG DOKTOR oleh penulis buku Nurni Sulaiman yang juga sebagai ketua FJPI (Forum Jurnalis Perempuan Indonesia). Kegiatan dilanjutkan dengan *Nobar” (Nonton bareng) dan diskusi film “17 Surat Cinta” karya Dandhi Dwi Laksono yang menghadirkan Ibbie Loco, filmmaker ,creative director, penulis naskah dan founder Loco Films asal Kota Medan untuk berdiskusi soal penghancuran hutan lindung (konservasi) oleh perusahan swasta yang juga bertindak semena-mena terhadap penduduk dan pemangku adat sekitar hutan tersebut, tanpa adanya pembelaan dan keadilan hukum karena kealpaan Negara sebagai pelindung dan kekuasaan tertinggi di Republik Indonesia. Film ini menceritakan soal perambahan hutan dan penguerusakan lingkungan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab bersama dengan mafia ilegal loging yang menghancurkan hutan lindung di Republik Indonesia. Film yang berdurasi lebih dari 1 jam 30 menit ini bersetting di wilayah Singkil, NAD (Nanggroe Aceh Darusallam), provinsi paling timur di Indonesia, yang saat ini dilanda pembalakan liar besar-besaran dan dalam kondisi yang mengkhawatirkan bagi lingkungan hidup. Nobar kemudian dilanjutkan dengan pemutaran film dan diskusi film Nuraga Bhumi.
Nuraha Bhimi juga merupakan komunitas non profit yang melaunching film dokumenter dengan judul yang sama. Film ini menyoroti tentang keindahan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), kawasan hutan konservasi di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Selain pelestarian alam, nobar film Nuraga Bhumi ini terkait Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Film Dokumenter ini menguak peran serta perempuan dalam memberdayakan kelestarian hutan Leuser. Film ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas dan memberikan ruang aman pada perempuan, ragam identitas gender lain dan juga anak untuk berdaya dan mengambil peran serta dalam pelestarian Ekosistem TNGL. (aSp)