
Medan, medanoke.com | 4 September 2025 – Universitas Sumatera Utara (USU) kembali menjadi sorotan tajam publik. Adapun hal ini bermula pada pemanggilan Rektor USU, Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Yang mana hal ini dianggap telah mencoreng nama baik dan marwah universitas.
Meskipun berstatus saksi, namun keterlibatan pimpinan tertinggi kampus dalam kasus hukum menimbulkan pertanyaan serius mengenai
integritas institusi pendidikan ini.
Forum Penyelamat USU (FP-USU), yang terdiri dari alumni, dosen, aktivis sosial, pemerhati hak-hak dasar pendidikan, dan mahasiswa, menegaskan bahwa status rektor bukan sekadar masalah personal.
“Kepemimpinan Rektor USU yang saat ini terseret kasus hukum telah merugikan dan
mencoreng nama baik seluruh sivitas akademika dan alumni. Kampus sebagai institusi publik tidak boleh menutup mata pada masalah ini,” tegas Ketua FP-USU, Adv. M. Taufik Umar Dani Harahap, SH.
Taufik juga mengatakan, “sebagai alumni USU, kami prihatin dengan persoalan yang
terjadi pada kampus yang kami cintai. Rektor yang terseret pusaran korupsi dalam kasus OTT Topan Ginting, kebijakan UKT yang menindas calon mahasiswa, dan kurangnya transparansi tata kelola keuangan dan aset USU telah mencederai marwah universitas. Oleh sebabnya, Kami menuntut tindakan tegas demi menjaga kehormatan almamater dan memastikan kampus tetap menjadi benteng moral bangsa.”
Tegas Taufik karena persoalan tersebut, mereka telah mengirimkan somasi terbuka bernomor 002/FP-USU/IX/2025, FP-USU menuntut langkah-langkah segera untuk menyelamatkan integritas universitas, dengan point point tuntutan sebagai berikut:
1. Mendesak klarifikasi terbuka Rektor USU di hadapan Senat Akademik, Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat dan publik di Sumatera Utara terkait Pernyataan KPK bahwa Muryanto Amin merupakan sirkel Bobby Nasution dan Topan Ginting dalam pusaran korupsi jalan di Sumut.
2. Penonaktifan sementara jabatan rektor sampai kasus hukum selesai, demi menjaga kredibilitas akademik.
3. Pembatalan pencalonan Prof. Muryanto Amin dalam penjaringan Rektor USU periode 2026–2031.
4. Audit khusus atas pengelolaan aset, anggaran dan kerja sama USU lima tahun
terakhir.
5. Akses penuh publik terhadap informasi tata kelola keuangan kampus, sesuai UU KIP.
6. Larangan semua bentuk intervensi atau obstruction of justice, serta dukungan penuh pada penegakan hukum.
Masih menurut Taufik, bahwa ini bukan sekedar menitikberatkan pada Persoalan
Hukum Rektor USU semata, tetapi tata kelola USU yang tidak setara, dan pengaburan pada tata kelola kekuangan dan aset USU.
Selain itu, Taufik Umardani menegaskan bahwa selain persoalan Korupsi, FP-USU juga menyoroti masalah serius lainnya yaitu setidaknya saat ini, ada dugaan ratusan mahasiswa baru yang gagal mendaftar ulang karena UKT yang tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan kampus saat ini tidak hanya abai terhadap moral, bernuansa kapitalistik, dan abai terhadap keadilan sosial bagi calon mahasiswa.
Lebih lanjut terkait kasus Hukum, Taufik menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Pemimpin universitas bukan hanya pengelola birokrasi kampus belaka, tetapi simbol etika dan moral akademik.
Kegagalan menjaga integritas pimpinan berarti pendidikan tinggi kehilangan pijakan nilai dan legitimasi di mata
publik.
“Kampus adalah benteng moral bangsa. Bila integritas pucuk pimpinan runtuh, legitimasi akademik dan kepercayaan publik ikut hancur,” tegas Taufik.
Adapun somasi yang mereka layangkan tersebut ditembuskan kepada Kementerian Pendidikan, Sains, dan Teknologi; Komisi
X DPR RI; Gubernur Sumatera Utara; serta Pengurus Pusat Ikatan Alumni USU.(Pujo)