
Deliserdang, Kutalimbaru, medanoke.com | Apabila kita berjalan dari Simpang Melati lalu melintasi Jalan Sawit Rejo, Dusun IV, Desa Sei Mencirim, Kec. Kutalimbaru, Deliserdang, maka akan terlihat disebelah kanan pada bagian Jalan Sawit Rejo, deretan pohon aren setinggi 4-6 m dibalik sebuah gapura yang mulai rusak catnya karena cuaca.
Pepohonan ini hanyalah satu jenis dari berbagai jenis tanaman yang ditanam di komplek yang dikelola Yayasan Al-Ghazali.
Apabila kita memasuki komplek, maka kita akan menemui masjid Al-Hidayah disebelah kiri, mesjid besar yang berwarna hijau. Di samping agak ke belakang akan kita temui tempat pembibitan berbagai jenis sayuran, cabe, bawang prei, dll.

Sejarah Pendirian Ponpes Al-Hidayah
Khairul Ghazali alias Abu Yasin adalah salah satu mantan teroris dari tiga belas teroris lainnya yang pernah terlibat pada kasus CIMB (2010), Penyerangan Polsek Hamparan Perak (2010) dan pelatihan militer di Jantho Aceh (2010).
Sosok yang akrab disapa Buya Ghazali ini, kemudian harus mendekam di balik jeruji besi selama lima tahun. Ia kemudian bertaubat dan menyesal atas apa yang dilakukannya, dan bercita-cita untuk turut membangun negeri dengan membangun sebuah pondok pesantren bagi anak-anak mantan teroris.
Setelah bebas di tahun 2015, Buya Ghazali dibantu oleh istrinya mulai mendirikan sekolah yang dia niatkan sejak awal, yaitu pondok pesantren yang berbasis ilmu agama Islam.
Awalnya pesantren yang Ia dirikan pada 11 Juni 2015 ini diberi nama Darusy Syifa, namun pada 7 September 2016 berubah menjadi Pondok Pesantren Al Hidayah.
Di mana pembangunannya bersamaan dengan Masjid Al Hidayah, yang dibangun oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen. Pol. Drs. Suhardi Alius.
Pesantren Al Hidayah ini mampu menampung 84 siswa, dan anak-anak yang belajar di sini tidak dibebani biaya, alias gratis. Anak-anak mantan teroris yang bersekolah di sini, kebanyakan adalah binaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Untuk saat ini anak-anak dari masyarakat umum juga sudah bersekolah disini, beberapa berasal dari luar daerah.
Kerjasama dengan Fakultas Pertanian USU dan Pengolahan Gula Aren
Dosen Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sumatera Utara (USU) melakukan pengabdian kepada masyarakat (PKM) di Pondok Pesantren Al Hidayah ini.

Adapun kegiatan dengan judul “Pengembangan Bisnis Pondok Pesantren Al Hidayah Melalui Pengolahan Aren” didanai Direktorat Riset Teknologi dan Pengabdian Masyarakat (DRTPM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia melalui skema Program Kemitraan Masyarakat (PKM) tahun 2024.
Kegiatan ini diketuai Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si dari Program Studi Teknologi Pangan FP, bersama dengan timnya yang terdiri dari Dr. Ir. T.Irmansyah, MP., dari Program Studi Agroteknologi, dan R.B. Moh.Ibrahim Fatoni, S.Pi., M.P. dari Program Studi Agribisnis. Kegiatan ini melibatkan tiga mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan.
Mitra pada kegiatan ini adalah Pondok Pesantren Al Hidayah yang dipimpin Ustadz Khairul Ghazali, bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah, sesuai dengan SK MENKUMHAM: AHU-0042608.AH.01.04.Tahun 2016.
Pesantren Al Hidayah memberikan pendidikan gratis bagi seluruh siswa tetapi sampai saat ini Yayasan Al Hidayah hanya mendapatkan bantuan pendanaan dari pemerintah dalam bentuk dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) seperti bantuan buku pelajaran.
Oleh karena itu, Yayasan Al Hidayah melakukan pengembangan bisnis untuk dapat membiayai seluruh kegiatan di pesantren termasuk membayar gaji guru, biaya makan siswa, dan biaya operasional sekolah lainnya.
Lahan yang luas dimanfaatkan oleh yayasan untuk ditanami aren dan berbagai tanaman buah-buahan, dengan menerapkan sistem pertanian organik terintegrasi, selain itu disini yayasan memelihara ternak kambing dan juga budidaya ikan air tawar.
Adapun Yayasan Al Hidayah mengembangkan bisnis tanaman aren sebagai upaya untuk bisa memberikan pendidikan gratis bagi seluruh siswa yang ada di pesantren Al Hidayah dan kelak bagi masyarakat sekitar.
Jumlah tanaman aren yang saat ini ada di lingkungan pesantren Al Hidayah menurut keterangan Ust Ghazali adalah sebanyak 2.700 pohon, tetapi jumlah tanaman yang sudah produktif masih 30 pohon, sedangkan sisanya belum bisa dipanen. Setiap harinya hanya 10 pohon yang dipanen niranya dengan total produksi nira sebanyak 100 L per hari.
Masih menurut Ustad Ghazali, apabila seluruh pohon aren ini kelak telah cukup umur dan dapat diberdayakan, akan cukup memenuhi kebutuhan gula merah bagi satu Sumatera Utara, dan ini sejalan dengan program Presiden Prabowo yang menjadikan pengembangan pohon aren sebagai salah satu program unggulan dalam agenda swasembada energi dan pangan. Prabowo sendiri sering menyebut pohon aren sebagai “pohon ajaib” karena seluruh bagiannya (dari akar hingga ujung) dapat dimanfaatkan, termasuk ijuk untuk ekspor, sagu untuk pangan, dan nira untuk energi serta gula.
Swasembada Energi
Satu hektare pohon aren dapat menghasilkan hingga 24.000 liter bioetanol dari nira, yang dicampur dengan BBM sebagai alternatif ramah lingkungan. Dengan 1,2 juta hektare, Indonesia diproyeksikan swasembada energi dan menghemat impor BBM.
Pengembangan Gula Aren:
Nira aren diolah menjadi gula aren sebagai pangan alternatif yang tahan lama, terutama di musim paceklik karena akar aren yang dalam menjaga ketersediaan air. Gula aren juga mendukung industri kosmetik dan ekspor ijuk (satu pohon bernilai hingga Rp 2 juta dari ijuk saja).
Menurut amatan dilapangan, pengolahan gula aren yang terlihat sudah memenuhi standar ruang produksi untuk pengolahan pangan, hanya saja peralatan ini belum banyak, karena menurut ustad Ghazali pohon aren yang berproduksi juga belum banyak jumlahnya.
Sedangkan untuk branding atau merk bagi penjualan gula aren atau yang sering disebut orang gula merah, sementara ini belum ada. Karena gula aren ini belum berproduksi massal.
Proses pengolahan nira menggunakan peralatan yang cukup modern, yaitu menggunakan tungku pemasakan dengan bahan bakar gas dengan meletakkan wajan diatas tungku untuk memasak nira, menurut ustad Ghazali ini merupakan hasil kerjasama dengan Fakultas Pertanian USU.
Produk olahan nira yang ditunjukkan ustad Ghazali kepada awak media, adalah gula aren cetak yang dicetak dalam wadah plastik, dan gula semut (gula aren yang dicincang/ dihaluskan, lalu disaring).
Harapan dari ustad Ghazali adalah agar kedepannya pemerintah pusat dan daerah memberi perhatian lebih, sehingga pondok pesantren sebagai tempat mendidik anak-anak negeri, dan pembudidayaan gula aren, juga berbagai komoditas lain disini akan lebih maksimal hasilnya. (Pujo)






