agus jabo

Medanoke.com – Medan, Ketua Umum Prima (Partai Rakyat Adil Makmur) Agus Jabo, mengevaluasi perjalanan bangsa Indonesia sepanjang tahun 2021.

“Sumber penyakit itu adalah alam liberal kapitalistik, ketergantungan, kesenjangan sosial, kemiskinan, polarisasi, akibat kehidupan ekonomi dan politik belum berdaulat dan dikuasai segelintir orang,” ujar Agus, dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/1/2022).

Agus Jabo menjelaskan, implementasi dari konsep semangat kebangsaan dan kebersamaan satu nasib satu tujuan tersebut adalah dengan terbangunnya ekonomi kerakyatan yang berbasis UKMK dan koperasi.

“Kita butuh kepemimpinan yang kuat, berdaulat dan pro rakyat. Hanya dengan cara itu, keadilan sosial dan masyarakat yang makmur bisa diwujudkan. Jika kita bersatu, kita pasti bisa,” ucapnya.

Dirinya kembali bertutur, akibat sikap dan kebijakan yang kurang tepat, krisis kesehatan dan krisis ekonomi datang menerjang dan tidak bisa dihindari. Bahkan penyediaan vaksin, oksigen maupun alat kesehatan lainnya masih harus bergantung pada negara lain.

“Kegiatan manusia di luar rumah dihentikan, work from home, kehidupan ekonomi dan sosial lumpuh total, krisis ekonomi dan kesesehatan datang menerjang, KPK dilemahkan, lahir UU Minerba yang menguntungkan segelintir orang dan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menyerahkan hidup bangsa kepada investasi disahkan, Peri Kemanusiaan dan Keadilan Sosial dipertaruhkan,” jelasnya.

Karena itu, Agus Jabo mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk menyambut tahun baru 2022 dengan penuh harapan dan semangat. Menurutnya, harapan tersebut akan tumbuh jika semangat kebangsaaan dan kebersamaan dalam satu nasib satu tujuan dapat kembali dibangkitkan.

“Kebencian, saling serang, caci maki seperti bara api yang tak bisa padam, persatuan nasional rapuh,” pungkasnya. (Jeng)

Medanoke.com – Medan, Presidential Threshold sebesar 20 persen yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilihan Umum disebut sebagai bentuk gaya kediktatoran. Agus Jabo Priyono selaku Ketum (Ketua Umum) Prima (Partai Rakyat Adil Makmur) memberikan pandangannya saat acara Boengkar Insight, Selasa (28/12/2021).

“Kalau kemudian kita menggunakan presidential threshold 20 persen kursi kemudian 25 persen suara segala macam, itu Indonesia dipaksa kembali ke zaman kediktatoran,” ucapnya.

Dirinya pun kembali mengatakan, aturan ambang batas pencalonan presiden itu disebut sebagai alat kepentingan para pemilik modal yang sudah tumbuh sejak Orde Baru.

“Presidential threshold yang 20 persen, yang saya katakan sebagai kediktatoran baru juga menjadi alat bagi para pemilik kapital,” Ujarnya.

Ketum Prima lanjut mengatakan, apabila batasan 20 persen dihilangkan. Sehingga semua orang punya peluang untuk berkompetisi tanpa harus mengakumulasi jumlah kursi dengan kuota sangat tunggi.

“Jadi, konfigurasi politiknya bahwa setiap parpol yang kemudian mereka ada di parlemen ya itu diperbolehkan saja untuk mencalonkan calon presiden masing-masing,” jelas Jabo.

Ia pun mengaku heran dengan konsep dasar sistem demokrasi yang dipakai Indonesia. Menurutnya, aturan presidential threshold 20 persen justru bertentangan dan menghambat proses demokrasi.

“Jangan kemudian proses pemilu ini sudah didesain sejak awal untuk kepentingan tertentu. Peluang-peluang orang untuk berkontestasi dalam pilpres kemudian dibatasi,” tuturnya. (Red)