Kemasan Produk Gula Rafinasi (GulaVit) produksi PT Pesona Inti Rasa (PIR)
www.medanoke.com- Medan, Diketahui dari BPOM Mobile, GulaVit Produksi PT Pesona Inti Rasa (PIR), telah mengantongi izin edar sebagai Gula Kristal Putih MD 251428013520 dengan kemasan 25 Kg dan 50 Kg. Izin edar dari BPOM lainnya juga tercatat dengan kode MD 251428003520 dan juga dalam kemasan 25 Kg dan 50 Kg. Dua izin edar inilah jadi kartu sakti produksi portifikasi secara besar besaran Gula Rafinasi yang disulap jadi Gula Kristal Putih.
Operasional manajemen PT Pesona Inti Rasa dalam memproduksi GulaVit (PIR) bukannya tanpa pengawasan pihak pemberi ijin dan regulasi seperti BPOM dan Disperindag, selain itu APH (Aparat Penegak Hukum) di Sumut pernah memeriksa ijin operasional pabrik portifikasi gula yang akan di edarkan ke seluruh Indonesia ini.
Mengulik berbagai artikel hukum dan kesehatan, dapat secara jelas terbaca dan dimaknai diantaranya :
a. Regulasi Khusus untuk Penggunaan GKR, Menurut regulasi di Indonesia, gula rafinasi hanya diperuntukkan untuk industri makanan dan minuman dan tidak boleh diperjualbelikan langsung kepada konsumen. Hal ini diatur oleh Permendag No. 16/M-DAG/PER/3/2017 yang melarang distribusi GKR di pasar umum atau sebagai bahan konsumsi langsung. Fortifikasi tidak mengubah fakta bahwa GKR tidak memenuhi standar konsumsi langsung.
b. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk GKP, Gula Kristal Putih (GKP) yang beredar di pasar konsumsi harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dalam SNI 3140.3:2010. Fortifikasi gula rafinasi tidak serta merta membuat gula tersebut memenuhi standar ini, terutama karena proses rafinasi dan pengemasan gula rafinasi tidak diatur dengan standar kebersihan yang sama ketatnya dengan GKP untuk konsumsi langsung.
c. Risiko Kesehatan, Fortifikasi gula rafinasi mungkin dapat menambah kandungan nutrisi, namun tetap ada risiko terkait kualitas dan keamanan gula tersebut jika dikonsumsi secara langsung. Gula rafinasi yang tidak memenuhi standar GKP mungkin masih mengandung residu kimia atau kontaminan dari proses industri.
d. Fortifikasi Gula Kristal Putih (GKP), Pemerintah dapat mendorong fortifikasi langsung pada gula kristal putih yang diproduksi dari tebu lokal dan dipasarkan untuk konsumsi rumah tangga. Fortifikasi GKP dengan vitamin A, misalnya, telah dilakukan di beberapa negara untuk membantu mengatasi masalah gizi tertentu.
f. Program Pemerintah, di beberapa negara, program fortifikasi makanan termasuk gula dilakukan untuk membantu mengatasi masalah kekurangan gizi. Di Indonesia sendiri, penambahan zat gizi lebih sering dilakukan pada produk makanan pokok seperti tepung dan minyak goreng, yang memiliki skala distribusi luas untuk mencapai masyarakat.
Jika fortifikasi dilakukan pada produk yang tepat (seperti GKP), manfaatnya bisa signifikan diantaranya, meningkatkan gizi masyarakat dengan penambahan vitamin A atau zat besi dapat membantu mengatasi masalah kesehatan akibat kekurangan gizi di wilayah yang rentan dan menjangkau populasi luas, yakni : Gula adalah produk yang dikonsumsi secara luas, sehingga fortifikasi pada gula konsumsi bisa menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan asupan mikronutrien di masyarakat.
Konsumsi langsung Gula Kristal Rafinasi/GKR yang sebenarnya dirancang untuk kebutuhan industri dapat menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap kesehatan. Gula rafinasi memiliki karakteristik dan komposisi yang berbeda dari gula yang diproduksi untuk konsumsi langsung (Gula Kristal Putih/GKP), dan penggunaannya tidak dianjurkan sebagai bahan konsumsi langsung oleh masyarakat.
Berikut beberapa dampak potensial dari konsumsi langsung gula rafinasi:
- Kontaminasi Kimia
Gula rafinasi diproses menggunakan bahan kimia seperti sulfur dioksida, karbon aktif, dan resin penukar ion untuk memurnikan gula mentah. Meskipun bahan-bahan ini aman untuk penggunaan industri, residu kimia tersebut tidak selalu sepenuhnya dihilangkan.
Konsumsi langsung bisa berpotensi menyebabkan: 1. Iritasi saluran pencernaan: Zat kimia yang tersisa dalam gula rafinasi dapat mengganggu fungsi normal sistem pencernaan dan Reaksi alergi: Beberapa orang mungkin lebih sensitif terhadap sisa bahan kimia yang digunakan dalam proses rafinasi.
- Ketidakseimbangan Nutrisi
Gula rafinasi hanya mengandung sukrosa murni tanpa vitamin, mineral, atau serat. Mengonsumsinya secara berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi: 1. Kekurangan nutrisi: Karena gula rafinasi tidak menyediakan nutrisi penting, konsumsi berlebihan bisa menggantikan makanan bergizi lainnya, berujung pada defisiensi vitamin dan mineral dan 2. Resistensi insulin: Konsumsi gula berlebih, termasuk gula rafinasi, bisa menyebabkan lonjakan kadar gula darah dan meningkatkan risiko resistensi insulin, yang merupakan faktor risiko utama diabetes tipe 2. - Risiko Metabolik
Gula rafinasi memiliki indeks glikemik yang tinggi, yang berarti cepat diserap oleh tubuh dan memicu lonjakan gula darah.
Ini dapat berdampak pada kesehatan jangka panjang, 1. Peningkatan berat badan: Konsumsi gula rafinasi dalam jumlah besar berhubungan dengan obesitas, karena tingginya kadar kalori tanpa nutrisi lain dan 2. Sindrom metabolik: Penggunaan gula rafinasi berlebihan dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik, yang meliputi hipertensi, kolesterol tinggi, dan peningkatan risiko penyakit jantung.
Atas hal itu Ketua LPKP Sumut ( Lembaga Pemerhati Kinerja Pemerintah Sumatera Utara) Fajar Trihatya SE meminta BBPOM Medan dan Disperindag ESDM Sumut agar menjelaskan ke masyarakat atas regulasi mengatur penggunaan Gula Rafinasi dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Distribusi Gula Kristal Rafinasi. Kalau memang Gula Rafinasi bisa digunakan bahan Gula Kristal Putih, diharapkan penjelasan secara detail.
Dikatakannya lagi, dalam Permendag No. 16/M-DAG/PER/3/2017 disebutkan bahwa GKR hanya boleh digunakan oleh industri makanan dan minuman dan dilarang diperjualbelikan secara langsung kepada konsumen. Pendistribusian GKR harus melalui distributor terdaftar dan tidak boleh dijual di pasar bebas, ucap Fajar pada Sabtu (16/11/2023).
Dia juga memaparkan, dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 10/M-IND/PER/2/2017 tentang Pengendalian Importasi Gula, juga menegaskan bahwa impor GKR hanya diperbolehkan untuk kepentingan industri, bukan untuk dijadikan gula konsumsi ritel. (aSp/ ist)