Medanoke.com – Medan, Dugaan korupsi Bank Tabungan Negara (BTN) yang sedang ditangani Kejatisu (Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara), mendapat kritikan dari Arizal SH MH selaku praktisi hukum. Menurutnya ada indikasi tindak kejahatan perbankan merupakan pidana korupsi melalui koorporasi dari sebuah konspirasi yang tersistematis.
“Kita menduga ada konspirasi yang sistemik di balik kasus korupsi yang berdalih kredit macet. Kita mendukung secara moril dan mensupport Pidsus Kejati Sumut untuk mengusutnya hingga tuntas. Kalau uangnya mengalir di dalam nama-nama yang tertera di koorporasi, dipertanyakan uang apa. Dalam hal ini, pihak BTN yang paling bertanggungjawab atas bobolnya uang negara melalui kredit kepada PT KAYA,” ujar Arizal saat ditemui wartawan (18/1/2022).
Dirinya menilai bukan hanya semata-mata pidana penggelapan, tetapi perlu penelusuran yang mendalam untuk membuktikan terpenuhinya unsur-unsur korupsi.
“Di dalam undang-undang Perbankan ada yang dinamakan garansi. Ini harus ditelaah agar predikat crimenya terbuktikan . Ingat, pidana harus dibuktikan dengan modus operandi. Pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara harus mengejar modus operandinya,” ungkapnya.
Pandangan Arizal, kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, berarti alat bukti sudah lengkap dan harus ada penahanan. Dalam kasus BTN, lanjut ia katakan, tidak bisa ditetapkan kasus penggelapan, melainkan ditetapkan sebagai kasus korupsi karena memakai uang negara.
“Sedangkan penggelapan harus ada laporan dari direktur atau petinggi perusahaan, itu pun harus ditelusuri karena koorporasi itu bersifat sistemik. Jangan buat bola panas dalam selimut. Kalau kasus korupsi ini tidak ada penahanan, maka kredibilitas kejaksaan dinilai tebang pilih terhadap kasus korupsi lain, dan tidak ada asas kepastian hukum dan keadilan masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut ia katakan, pihak BTN harus bertanggung jawab bila ditemukannya pelanggaran SOP ketika penyaluran dana kredit Rp39,5 miliar kepada PT KAYA.
“Di kredit ada bagian analis, sebelum dicarikan ada analis yang melakukan peninjauan, survey lokasi, meneliti agunan atau jaminan yang diajukan kreditur kepada bank,” sambungnya.
Tak hanya itu, dalam undang-undang PT yang bertanggung jawab ialah perusahaan, kasus ini merupakan tindak pidana koorporasi karena bertindak atas nama koorporasi. Arizal menyarankan agar Kejatisu mampu melihat perkara ini dengan sudut pandang kriminal.
“Dalam kasus ini, bisa dikategorikan tindak pidana koorporasi karena bertindak atas nama koorporasi. Aliran uang kredit di dalam nama-nama yang tertera di koorporasi perlu dipertanyakan uang apa. Pihak Pidsus Kejatisu harus jeli melihat kasus ini dari berbagai sudut pandang predikat crime,” pungkasnya. (Jeng)