asabri

Medanoke.com – Jakarta, Jaksa Agung tampak geram ketika mengadakan jumpa pers, dirinya mengatakan dengan adanya vonis nihil atau tanpa hukuman penjara kepada terpidana kasus mega korupsi ASABRI (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang sedang ditangani Kejagung RI (Kejaksaan Agung Republik Indonesia). Rabu (19/1/2022).

“Saya perintahkan kepada Jampidsus (Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung) untuk segera melakukan perlawanan hukum, yakni segera melakukan Banding terhadap Putusan Majelis Hakim yang membuat nihil atau nol penjara kepada Terdakwa kasus ASABRI, Heru Hidayat,” ujar Prof Dr Sanitiar Burhanuddin, Jaksa Agung.

Disampaikan Burhanuddin, Heru Hidayat sudah terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi dengan jumlah kerugian Negara yang sangat besar di kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Keuangan Negara yang ditimbulkan mencapai Rp 11,6 triliun. Pengadilan memvonis Heru Hidayat dengan hukuman penjara seumur hidup.

“Hakim menyatakan terbukti dan bersalah. Namun, kok vonisnya nol penjara atau nihil. Ini sangat melukai rasa keadilan kita, melukai rasa keadilan masyarakat Indonesia. Kita tidak akan mundur, lakukan Banding,” ungkap Burhanuddin.

Heru Hidayat sendiri sudah divonis penjara seumur hidup di skandal korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero). Oleh sebab itu, Hakim memutuskan memvonis Heru Hidayat dengan tuntutan nihil di skandal korupsi di PT ASABRI Persero).

Dalam kasus ini, diketahui susunan perkara kumulatif melanggar Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Serta, Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Heru Hidayat dinyatakan bersalah melakukan korupsi bersama mantan Dirut ASABRI Adam Damiri dan Sonny Widjaja Cs. Perbuatannya merugikan negara sebesar Rp 22,8 triliun.

Dengan didampingi Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus), Dr Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung (Jamintel), Dr Amir Yanto, Direktur Penyidikan pada Jampidus Kejaksaan Agung (Dirdik), Supardi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, beserta jajaran, Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin menyampaikan, Kejaksaan Agung melakukan perlawanan hukum terhadap putusan-putusan Majelis Hakim Tipikor yang sangat bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. (Jeng)

Medanoke.com – Jakarta, Heru Hidayat dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi di PT Asabri (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) sebesar Rp22,7 Triliun, divonis nihil oleh hakim ketua Ignatius Eko Purwanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta (Tindak Pidana Korupsi Jakarta), Selasa (18/1/2022).

“Menyatakan terdakwa Heru Hidayat sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan ke 1 primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan ke 2 primer, maka majelis hakim menjatuhkan pidana nihil pada terdakwa,” kata Eko.

Hal itu mengundang reaksi dari Arief Poyuono Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu. Dirinya menyesalkan putusan pengadilan Tipikor yang seperti sandiwara.

“Hari ini bangsa Indonesia dipertontonkan panggung hukum sandiwara. Sang Bandit Koruptor nomor satu di Indonesia Heru Hidayat yang terjerat perkara korupsi Asabri diputus Nihil oleh pengadilan tipikor,” tegas Arief dalam keterangan persnya.

Kembali ia luapkan emosi yang menurutnya putusan hakim sulit diterima akal sehat, dirinya berangkat dari perkara pertama Jiwasraya yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 12.6 triliun di putus penjara seumur hidup. Namun, perkara yang kedua dalam kasus Asabri dengan nilai kerugian negara yang jauh lebih besar yakni Rp 22,8 triliun justru di putus Nihil.

“Logika sederhananya, jika perkara pertama telah diputus seumur hidup, seharusnya untuk perkara kedua yang nilai korupsinya jauh lebih besar, harusnya diputus lebih berat lagi, yakni hukuman mati. Undang-undang tidak melarang hukuman mati, namun mengapa korupsi megatriliun yang dilakukan Mr. H (Heru Hidayat) ini tidak dihukum mati, apalagi Mr. H sudah dua kali melakukan korupsi,” tegas Arief

Lagi dirinya tak terima dengan putusan ini, karena Arief berpandangan ini merupakan kemenangan bagi koruptor Heru dan kekalahan amanat reformasi untuk melakukan pemberantasan Korupsi.

“Sungguh tidak dapat diterima masuk akal melihat putusan yang nyeleneh ini. Jangan salahkan Pak Hakim jika nanti rakyat marah karena Yang Mulia telah memberikan pidana dagelan ala Asabri,” ungkapnya.

Lebih dari itu, Arief menyarankan hakim yang meyidangkan kasus ini perlu diperiksa oleh KY (Komisi Yudisial), dan Kejagung (Kejaksaan Agung) harus melakukan banding ke MA (Mahkamah Agung) untuk bisa mendapatkan keadilan bagi masyrakat Indonesia.

“Patut diduga bahwa majelis Hakim yang meyidangkan kasus ini dipastikan sudah masuk angin sehingga memutus nihil hukuman (tidak dijatuhi hukuman badan),” pungkasnya. (Jeng)