perbudakan modern

Medanoke.com – Medan, Terbit Rencana Perangin Angin, mantan Bupati Langkat, Sumatera Utara selain kuat dugaan suap pengadaan barang dan jasa, dirinya juga memiliki penjara di dalam rumahnya, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala. serta memelihara satwa dilindungi UU (undang-undang).

Kemudian, BBKSDA Sumut (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) bersama Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera dan lembaga mitra kerja sama YOSL-OIC (Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center) melakukan penyelamatan terhadap satwa liar yang dilindungi itu pada Selasa kemarin. Setelah ditandatangani Berita Acara, Tim Balai Besar KSDA Sumatera Utara segera mengevakuasi orangutan sumatera dan menitipkannya di pusat karantina dan rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin di Sibolangit.

Satwa dilindungi itu terdiri dari 1 orang utan sumatera (Pongo abelii) jenis kelamin jantan, 1 monyet hitam sulawesi (Cynopithecus niger), 1 elang brontok (Spizaetus cirrhatus), 2 (dua) jalak bali (Leucopsar rothscjildi), 2 (dua) beo (Gracula religiosa). Hewan tersebut disita dari rumah pribadi Ketua MPC (Majelis Pemimpin Cabang) Pemuda Pancasila, Terbit Perangin Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala.

“Kegiatan penyelamatan berupa evakuasi ini didasarkan atas informasi KPK kepada KLHK tentang ditemukan adanya satwa liar yang dilindungi di rumah pribadi Bupati nonaktif Langkat,” kata Pelaksana Tugas BBKSDA Sumut Irzal Azhar melalui keterangan tertulisnya, Rabu (26/1/2022).

Terbit bakal dikenakan Pasal 21 ayat 2a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang berbunyi, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Tak hanya itu, Pasal 40 ayat 2 yang mengatur barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

“Selanjutnya untuk proses hukum diserahkan kepada PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Wilayah Sumatera,” ujar Irzal.

Lebih dalam lagi, Tebit memiliki 2 (dua) sel penjara di belakang rumahnya yang digunakan untuk mengurung 40 lebih pekerja sawit. Mereka diperlakukan layaknya budak; dipekerjakan minimal 10 jam sehari lalu digembok dalam penjara. Parahnya, para korban hanya diberi dua kali makan sehari secara tidak wajar, tak digaji, pun sulit dapatkan akses komunikasi, serta terjadi kekerasan fisik yang menyebabkan luka lebam. (Jeng)

Medanoke.com – Medan, Penangkapan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa bersama dengan 4 orang yakni Kepala Desa Balai Kasih sekaligus saudara kandung bupati, Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, Isfi Syahfitra. Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap adalah satu orang kontraktor, Muara Perangin-angin, dan kasus ini melebar pada praktek perbudakan modern.

Melihat sisi lain dugaan korupsi Bupati Langkat, KPA (Konsorium Pembangunan Agraria) mencatat sepanjang tahun 2018 sampai dengan 2021 terdapat sebanyak 321 letusan konflik agraria di sektor perkebunan sawit. Industri perkebunan sawit berbasis konglomerasi juga melakukan monopoli tanah di Indonesia. Ada 25 grup perusahaan menguasai tanah hingga 16,3 juta hektar.

“Perusahaan sawit milik Bupati Langkat ini, yakni PT Dewa Rencana Perangin-Angin, tercatat berafiliasi dengan Permata Hijau Group (sebagai supplier), salah satu group dari 20 perusahaan yang melakukan kartel harga minyak goreng,” sebut KPA melalui akun twitter resmi @SeknasKPA, Rabu (26/01/2022).

Hal tersebut terungkap setelah masyarakat melempar informasi kepada Migrant Care terkait keberadaan penjara dalam rumah Tebit, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, yang ada sejak tahun 2012, jauh sebelum ia dilantik menjadi Bupati saat 2019.

Terbit Rencana alias Cana itu memiliki 2 (dua) sel penjara di belakang rumahnya yang digunakan untuk mengurung 40 lebih pekerja sawit. Mereka diperlakukan layaknya budak; dipekerjakan minimal 10 jam sehari lalu digembok dalam penjara. Parahnya, para korban hanya diberi dua kali makan sehari secara tidak wajar, tak digaji, pun sulit dapatkan akses komunikasi, serta terjadi kekerasan fisik yang menyebabkan luka lebam.

Lebih dari itu, KPA mendesak pemerintah agar cepat mengusut tuntas dugaan praktek perbudakan kelapa sawit milik Tebit, dan melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap industri perkebunan sawit di Indonesia.

“Sudah saatnya perkebunan sawit diberikan penguasaannya kepada rakyat di mana pengelolaannya berbasis koperasi. Agar praktek perampasan tanah, monopoli, kerusakan lingkungan, dan perbudakan yang terjadi selama ini tidak terulang kembali,” pungkasnya.

Situasi ini jelas menunjukkan ciri perbudakan modern yang jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM (Hak asasi Manusia), dan anti penyiksaan. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. (Jeng)

Medanoke.com – Medan, Wakil Ketua LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) Maneger Nasution, miris saat mengetahui masih adanya sistem perbudakan saat teknoligi berkembang cukup pesat. Dirinya mengutuk keras perbuatan Terbit Rencana Perangin Angin, mantan Bupati Langkat, Sumatera Utara yang kuat dugaan memiliki penjara pribadi.

“Jika benar kerangkeng itu digunakan untuk memenjarakan buruh, perbuatan itu sangat tidak manusiawi dan melanggar undang-undang,” ucapnya saat memberi keterangan pers. Selasa (25/01/2022).

tak hanya itu, LPSK akan memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban praktik perbudakan modern yang dilakukan Terbit.

“LPSK siap melindungi korban atau saksi dalam kasus ini jika ada yang memberi laporan sesuai peraturan perundangan yang berlaku,” ujarnya

Penjara itu terdiri dari dua sel besar yang dilengkapi gembok, dan mampu menampung 40 orang dewasa. Ironisnya, pekerja sawit yang dipekerjakan Tebit tidak pernah menerima gaji, serta rutin mengalami siksaan fisik. Pihak kepolisian memberi keterangan, 10 tahun lamanya Terbit berani mengurung manusia tanpa sepengetahuan pihak berwenang. Terbit sengaja mengurung manusia dengan dalih rehabilitasi narkoba tapi tanpa izin.

Penjara pribadi milik Terbit jelas melanggar hukum sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 I ayat (1) dan (2); Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. (Jeng)