MEDANOKE – Medan, Pasca aksi Gubsu (Gubernur Sumatera Utara) Edy Rahmayadi jewer dan mengusir pelatih biliar, Khoiruddin Aritonang yang akrab di sapa Coki. Karena tidak bertepuk tangan dan tampak tertidur saat orang nomor satu di Sumut berikan kata sambutan. Keduanya saling melapor pada pihak kepolisian.
Dalam memberikan sambutannya dan meminta para atlet untuk meningkatkan prestasi terutama menjelang PON 2024 yang rencananya berada di Sumut dan Aceh; seketika seluruh hadirin bertepuk tangan ketika Gubernur menyampaikan motivasi, namun hal itu tidak dilakukan Coki. Gubsu pun langsung menyuruh Coki untuk naik ke podium.
“Yang pakai kupluk itu siapa? Kenapa enggak tepuk tangan. Tak cocok jadi pelatih ini,” kata Edy.
Aksi itu direkam dan menjadi viral di media sosial. Gubsu menjewer telinga pelatih biliar dan mengusirnya keluar ruangan. Coki sendiri berlalu pergi tinggalkan ruangan Aula Tengku Rizal Nurdin di rumah dinas Gubernur, Senin (27/12/2022).
Sebab merasa dipermalukan didepan orang banyak, Coki melaporkan Edy ke kepolisian. Kuasa hukum Gubernur, Junirwan Kurnia menanggapi laporan pelatih biliar. Junirwan menilai Coki berlebihan melaporkan orang nomor satu di Sumut.
“Itu kan seperti orang tua mendidik anak, lalu anak melaporkan orang tuanya, itu kurang baik, kan,” kata Junirwan di Medan, Kamis (6/1/2022).
Juniarwan mengatakan sebagai pelatih biliar seharusnya patuh kepada gubernur yang menjabat sebagai pembina sesuai dengan Sistem Keolahragaan Nasional.
“Seorang pembina mendidik orang yang dibinanya itu ada standarisasinya, apa sih kepentingan Gubernur untuk mempermalukannya. Coki bukan levelnya gubernur, dia levelnya yang dibina gubernur,” ucap Junirwan.
Karena menilai masalah itu terlalu berlebihan, tidak proporsional bahkan jauh dari substansi, maka pihak Edy Rahmayadi juga berencana melaporkan balik Coki Aritonang kepada polisi.
“Kami mempertimbangkan untuk membuat laporan juga, dugaan tindak pidana dilakukan saudara Coki, yaitu penistaan dengan mengatakan jahanam,” Junirwan menegaskan.
Selanjutnya, Direktur Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja setelah menerima laporan pengaduan dari Coki ketika Senin (3/1/2022), menyampaikan bila mantan Pangkostrad bisa terancam hukuman penjara selama setahun.
“Tadi kami sudah baca dari rekan media, 310 Junto 315. Ancaman hukuman itu di bawah satu tahun, namun kami akan prosedural berkaitan dengan penanganan laporan tersebut,” kata mantan Kabid Humas Polda Sumut ini.
Coki Aritonang melalui kuasa hukumnya Gumilar Aditya Nugroho dari Koalisi advokat Menolak Arogansi Sumatera Utara (KAMASU), menilai bahwa melapor itu merupakan hak setiap orang.
“Sah-sah aja, artinya setiap orang punya hak masing-masing, artinya Pak Gubernur sama Bang Coki sama-sama mempunyai konstitusi, dijamin haknya (melapor),” kata Gumilar kepada wartawan di kantornya, Jumat (7/1).
Lain sisi, Gumilar berpandangan rencana Gubsu untuk melapor itu terkesan bias. Sebab, di satu sisi Pemprov Sumut telah menjawab somasi yang dilayangkan oleh Coki beberapa waktu lalu. Dalam balasan somasi itu menyebutkan agar permasalahan antar keduanya diselesaikan secara kekeluargaan. Diketahui, surat dengan Nomor: 7233/XII/HUK/2021 itu langsung ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Setdaprovsu Dwi Aries Sudarto tertanggal 31 Desember 2021.
“Namun, kan bias ya, ada surat lain dari pihak gubernur yang bermediasi. Tapi ada juga yang akan dibawa ke ranah hukum, artinya harus ada kepastian,” jelas Gumilar.
“Karena pada prinsipnya bang Coki sampai saat ini masih membuka ruang pak gubernur mediasi, Kami hanya bersikap pasif aja, tadi kami sudah balas suratnya. Bagaimana proses tabayunnya? Kami pikir itu ditanyakan ke pihak Gubernur,” pungkasnya. (Jeng)