penjara

Medanoke.com – Medan, Komnas HAM juga menyampaikan hasil investigasi sementara terkait penjara milik Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, yang mengungkapkan korban tewas di lokasi itu lebih dari satu.

“Yang meninggal lebih dari satu. Kami menelusuri dapat, Polda juga dapat dengan korban yang berbeda,” ujar komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di Mapolda Sumut, Sabtu (29/1).

Anam mengatakan kerangkeng yang dijadikan tempat rehabilitasi itu tidak memiliki izin. Dia mengatakan ada penganiayaan yang terjadi di lokasi itu.

“Faktanya, kita temukan yang terjadi rehabilitasi yang cara melakukan rehabilitasinya penuh dengan catatan-catatan kekerasan sampai hilangnya nyawa,” ucap Anam.

Hal senada disampaikan Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak. Panca mengatakan pihaknya juga mendapatkan adanya korban tewas diduga dianiaya di kerangkeng tersebut.

“Temuannya sama seperti itu. Yang kita temukan lebih dari satu,” ucap Panca.

Hingga kini Komnas HAM maupun Polda Sumut masih mendalami hal ini. Sejumlah saksi masih terus diperiksa dalam kasus ini. Terbit yang saat ini mendekam di Rutan KPK pun segera diperiksa.

“Komnas HAM sejak beberapa hari yang lalu, kami berkomunikasi dengan teman-teman KPK untuk bisa akses ke tahanan KPK,” kata Anam.

Hal senada juga disampaikan Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak. Panca mengatakan pihaknya juga akan memeriksa Terbit Rencana jika diperlukan.

“Kami, penyidik akan meminta keterangan semua pihak yang terkait dengan masalah tersebut. Dimana pun dia. Jadi nggak usah khawatir,” ujar Panca.

Polda Sumatera Utara (Sumut) mengusut dugaan adanya penghuni yang tewas di kerangkeng rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin. Polisi akan mendalami dugaan penghuni tersebut dianiaya sebelum tewas.

“Kami sudah temukan orang yang mendapat kekerasan termasuk pemakaman korban meninggal. Kami terus dalami termasuk siapa yang bertanggungjawab atas peristiwa ini,” kata Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Panca Putra dalam keterangan pers tertulis, Minggu (30/1/2022).

Panca menerangkan pihaknya juga menemukan adanya kepala yang berjaga di kerangkeng itu. Pihaknya akan mendalami itu.

“Ada jeda dari penyelidikan kita bahwa bukan saja pengguna narkoba tapi juga orang nakal. Ada satu saya sebut saja, itu kepala lapasnya, istilah mereka di sana, dia masuk bukan karena narkoba tapi karena nakal,” sebut Panca.

Kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terus bergulir. Kini, terkuaknya ada korban jiwa dalam ‘penjara’ itu membuat polisi bergerak.
Temuan adanya korban tewas itu diungkap oleh LPSK. Korban tewas juga diduga dianiaya. Hal ini didapat berdasarkan keterangan dari pihak keluarga.

“Informasi yang kita dapatkan kemarin, dan sudah kita konfirmasi terhadap keluarga adanya korban tewas yang di tubuhnya terdapat tanda tanda luka, peristiwa tahun 2019,” kata Wakil Ketua LPSK RI Edwin Partogi Pasaribu saat jumpa pers di Medan, Sabtu (29/1/2022). (Jeng)

Medanoke.com – Medan, Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 di Blora, Jawa Tengah. Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara, tapi tak mebuatnya berhenti sejengkal pun menulis. Beberapa karyanya lahir dari tempat ini, diantaranya Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca).

Tetralogi Buru ditulis saat mendekam di kamp kerjapaksa tanpa proses pengadilan hukum di Pulau Buru. Hal ini mengisyaratkan bahwa Pram bukan hanya sekadar menulis dan meninggikan imajinasi semata, tapi dengan penguasaan pedalaman cerita yang dimaksud dengan penelusuran dokumentasi awal pergerakkan abad 20.

Masuk penjara Kolonial 3 tahun, Orde Lama 1 tahun dan 14 tahun saat Orde Baru. Ketika tahun 1979, Pram mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam perinstiwa 1965 tetapi masih dikenakan tahan rumah, tahan kota, tahan negara sampai tahun 1999 dan wajib lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih 2 tahun.

Novel Bumi Manusia sebagai periode benih dan kegelisahan di mana Minke sebagai aktor adalah manusia berdarah priyai yang semampu mungkin keluar dari kerangkeng kejawaannya dan menuju manusia yang bebas dan merdeka.

Minke mendapat julukan dari Robert Suurhof ‘philogynik’ mata keranjang yang bersekolah di HBS (Hoogere Burgerschool) dan berguru dengan Magda Peters. Usut punya usut, nama Minke merupakan nama ejekan yang dilayangkan oleh Meneer Ben Rooseboom guru sewaktu memasuki ELS (Europeesche Lagere School), dua tahun ia tinggal di kelas satu, gurunya sengaja mengejek dengan sebutan Minke yang belum mengetahui bahasa Belanda sepatah pun. Pernah ia tanyakan pada sang Kakek yang hanya mengetahui bahasa Jawa dan malah menyetujui julukan Minke. Dan perlahan nama aslinya lenyap.

Cerita dimulai pada tahun 1898, ketika itu Minke berusia 18 tahun. Kemudian Minke berkenalan dengan Annelies Mellema. Pada awalnya Minke sedikit ragu akan tantangan Robert Suurhof yang mengajaknya untuk menaklukan putri berdarah Belanda itu, namun dengan keberanian yang tinggi ia terima tantangannya. Sesampainya di rumah Tuan Mellema, hati Minke masih berhati-hati, ia merasakan ada gendang bermain dalam jantungnya yang setiap saat bisa terjadi pengusiran karena ia tak memiliki nama keluarga dan seorang pribumi pula. Dalam keadaan cemas tak menentu, Minke masih sanggup mengagumi dan memuja kecantikan Annelies.

Saat itu pula Minke bertemu dengan Nyai Ontosoroh yang merupakan buah bibir Wonokromo. Dalam keterasingannya melihat seorang wanita berkulit langsat, lalu bicara Belandanya cukup fasih, baik dan beradab; sikapnya pada anaknya halus, bijaksana, terbuka. Nyai yang satu ini tidak bisa dikatakan bodoh; ia seperti wanita Eropa tulen. Namun, kebingungan menyelimuti dalam keadaan tak terduga. Pasalnya, Nyai lebih sering dianggap tidak mengenal perkawinan syah, melahirkan anak-anak tidak syah, sejenis manusia dengan kadar kesusilaan rendah, menjual kehormatan untuk kehidupan senang dan mewah.

Minke punya sahabat namanya Jean Marais, yang memperingatkan untuk menguji pendapat umum, Jean memandang jika pendapat umum perlu dan harus diindahkan, dihormati, bila benar, dan sebaliknya. “Kau terpelajar, Minke, seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu,” mendengar peringatan dari sahabatnya, Minke memberanikan diri untuk tinggal bersama dengan Nyai serta menguji benar tidaknya pendapat umum tentang gundik.

Novel Bumi Manusia merupakan cerita yang memberi pelajaran pada kita bahwa melalui karakter Nyai Ontosoroh; wanita haruslah berpengetahuan tinggi agar mampu melahirkan generasi yang beradab dan mampu melawan kedzaliman. Selasa (4/1/2022) (Jeng)