Medan – medanoke.com, Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan memasukan seorang oknum pemilik atau kepala Panti Asuhan Simpang Tiga, Ebit Natal Nael Simbolon (41) terpidana kasus pencabulan anak dibawah umur, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Terpidana (Ebit Natal Nael Simbolon,red) sudah ditetapkan sebagai DPO,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan, Wahyu Sabrudin SH MH melalui Kepala Seksi Pidana Umum) Kasi Pidum, Faisol SH MH, saat ditanya wartawan, Minggu (25/12/22).
Lebih lanjut Kasi Pidum menjelaskan bahwa penetapan ini telah dikeluarkan sejak 29 Juni 2022 lalu, usai Mahkamah Agung (MA) RI, membatalkan amar putusan bebas Majrlis Hakim PN Medan, selain itu MA menambahkan hukuman 10 tahun penjara kepada terpidana.
“Menindaklanjuti putusan MA, Kejari Medan sudah menerbitkan DPO kepada terpidana. Hal itu dilakukan karena yang bersangkutan tidak mengindahkan langkah kejaksaan secara persuasif,” jelas Faisol.
Sebab, sambung Faisol, pihaknya sudah berulang kali melakukan panggilan terhadap terpidana, namun tidak diindahkan.
“Oleh karenanya Kejari Medan menetapkan terpidana sebagai DPO dan kita juga telah mengajukan surat permohonan bantuan pencarian orang ke Kapolrestabes Medan dan ke Jamintel Kejagung,” tegas mantan Kasi Pidsus Kejari Tangerang itu.
Diketahui, Mahkamah Agung RI menganulir vonis bebas yang Pengadilan Negeri (PN) Medan diketuai Ahmad Sumardi terhadap Ebit Natal Nael Simbolon (41) terdakwa perkara pencabulan anak di bawah umur terhadap korban berinisial ML.
Dalam amar putusannya, MA menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada Ebit Natal Nael Simbolon selama 10 tahun dan denda Rp100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka digantikan dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Pemilik panti asuhan Simpang Tiga itu dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 81 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Perempuan & Anak.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robert Silalahi dalam nota tuntutannya meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ebiet dengan hukuman 11 tahun penjara.
JPU Robert mengatakan terdakwa merupakan Kepala Panti Asuhan Simpang Tiga dan di panti asuhan tersebut mempunyai anak asuh sebanyak 25 orang berasal dari keluarga miskin yang dibiayai dan disekolahi oleh terdakwa.
“Terdakwa yang merupakan Kepala Panti Asuhan ini memegang, memasukan jarinya ke alat vital korban, yang dilakukan selama 7 tahun,” ujar JPU Robert Silalahi.
“Pada Desember 2019, korban mengadukan kejadian yang dialaminya kepada teman sekolahnya. Selanjutnya teman korban melaporkan hal ini ke kepala lingkungan (kepling) dan dilanjutkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” jelasnya lebih lanjut.
Selain itu, terdakwa Ebit Natal Simbolon juga merupakan seorang guru di salah satu sekolah yang berada di Kota Medan. (aSp)
Mahkamah Agung
MEDANOKE – Deli Serdang, Beberapa anggota TNI AD (Tentara Negara Indonesia Angkatan Darat) melakukan sikap arogan dan berkilah memiliki areal persawahan yang dikuasai oleh masyarakat Desa Sei Tuan, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.
Karena sudah mengikuti keputusan MA (Mahkamah Agung), Sekretaris Umum Puskopad (Pusat Koperasi Angkatan Darat) A Kodam Bukit Barisan Letkol Caj Wendrizal, menurutnya cocok memasang plang di tanah Petani Desa Sei Tuan.
“Pasukan tiba di lokasi sekitar pukul 09.30 WIB. Pasukan langsung ke titik rencana pemasangan di sebelah timur lahan,” kata Wendrizal.
Pasukan Puskopad dan Yon Zipur I/DD seperti telah memprediksi bakal terjadi gesekan, maka sebelum mencapai titik lokasi, mereka melakukan apel sekitar pukul 7.15 WIB, Selasa (4/1/2022)
Benar saja, sesampainya di lokasi pertama, gagal memasang plang karena tidak mendapat izin dari Petani Desa Sei Tuan. Akhirnya aparat TNI berpindah ke arah barat dan mencoba memasang lagi.
Kepala Desa Sei Tuan, Parningotan Marbun menyebut pihak Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektar.
Karena Petani Desa Sei Tuan sudah menguasai tanah dari kakek-nenek moyangnya, mereka menolak tanah dimiliki TNI AD.
“Sesudah jadi bandara mereka ngaku-ngaku HGU nya. Dulu-dulu nggak pernah diperdebatkan di jaman kakek saya. Semenjak ada bandara seperti ini,” ucap Parningotan Marbun.
Sekitar pukul 10.30 WIB, Petani Desa Sei Tuan semakin ramai dan beberapa anggota TNI AD naik pitam akibat suara penolakan terdengar lalu memukuli Petani hingga terjungkal-jungkal.
“Terpancing untuk melakukan pemukulan atau tindakan kekerasan,” ungkap Wendrizal.
Melansir Kompas.com, pada pukul 11.30 WIB, saat pasukan mulai istirahat, Petani Desa Sei Tuan melakukan pengadangan jalan menggunakan batu dan kayu di depan truck Yon Zipur I/DD karena kesal TNI AD mengklaim sepihak tanah persawahan.
Akibat aksi bar-bar TNI AD, pihak Petani Desa Sei Tuan terkena pijak sepatu salah satu anggota, hingga harus dibawa berobat.
“Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima. Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai segitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya,” keluh Parningotan.
Sementara itu, Kasi Media Online Mayor Inf Masniar menyatakan pihaknya masih mendalami kebenaran informasi tersebut.
“Info sementara tadi ada pemasangan patok lahan puskopad memang, masyarakat yg ribut keras duluan tapi kita tunggu aja lagi nanti ya,” kata Mayor Inf Masniar. (Jeng)