oknum polisi

Medanoke.com- Medan, Amar putusan majelis hakim yang membebaskan 2 orang oknum Polisi yang didakwa melakukan melakukan pembunuhan teehadap 2 orang anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI), dianggap mengecewakan.
 
Dua orang oknum petugas kepolisian yang diseret ke meja hijau tersebut, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan divonis bebas dalan amar putusan. namun, Briptu Fikri dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian akan tetapi dalam rangka pembelaan.
 
Majelis Hakim menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan M. Yusmin sebagaimana dakwaan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas, menyatakan tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf,” kata Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
 
Bima Amsterdam seorang penggiat hukum dan HAM menyatakan,“ Sangat kecewa terhadap majelis hakim yang menvonis bebas saudara Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan yang telah melakukan penembakan serta pembunuhan terhadap Anggota Front Pembela Islam (FPI) yang mana di atur dalam Undang-Undang pasal 338 juncto pasal 55 ayat 1 dengan ancaman 15 tahun penjara ,Tapi majelis hakim memvonis bebas di karenakan majelis hakim menilai tersangka melakukan perbuatan hanyalah pembelaan terpaksa,” ujar Bima.
 
Bima membandingkan perkata tersebut dengan kasus 2 org Satpam di Kota Padang, Sumatera Barat, ,”Beda 2 satpam yang memiliki nasib berbeda. tepatnya di kota Padang, 2 satpam yang melakukan pembelan terpaksa sehingga si pencuri itu meninggal dan di vonis penjara selama 4 tahun 6 bulan, dan ada juga seorang pemuda asal kota medan  yang wamelakukan pembelaan diri/ terpaksa, akibat di begal si pemuda ini melakukan aksi pembelaan diri dan si begal tersebut meningal dunia akibat berkelahi dengan pelaku.  yaitu si pemuda tersebut , dan ia di vonis penjara akibat melanggar  Pasal 351 KUHP Pidana ayat 3, disini kita melihat ada tiga kasus yang sama denga wan alasan pembelaan terpaksa akan tetapi memiliki nasib berbeda,
 
Ujar Bima di media massa, “ Bagaimana mungkin seseorang mendapatkan vonis berbeda dengan tindak pidana yang sama, artinya apa!! keadilan di negri ini dapat berlawanan kecuali saudara memiliki status yang berbeda”, Dan Tindakan seperti ini yang menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat kepada apparat penegak hukum dan menghambat kemajuan peradaban,” ungkap Bima.
 
Ditambahkanya “Disini kita bisa melihat sendiri bahwa, masih ada ketidakadilan yang di lakukan secara sengaja oleh penegak hukum dan ini yang membuat saya sangat kecewa..”ujar Bima Amsterdam”.(red)

Medanoke.com – Medan, Kasus oknum polisi membeking renternir yang berujung penganiyaan dan perampasan aset terhadap, Romulo Makarios Sinaga dan Mesra Wati Telaumbanua sebagai korban dengan tersangka , M Hamonangan mendapat apresiasi dari Dwi Ngai Sinaga SH MH sebagai kuasa hukum korban.

“Kami sebagai kuasa hukum korban memberikan apresiasi atas langkah yang dilakukan Polsek Medan Baru termasuk Polrestabes Medan yang sudah menetapkan tersangka. Dimana berdasarkan surat pada 24 Januari 2022 yang kita terima tersangka sudah ditetapkan. Tapi, dalam hal ini yang masih kita pertanyakan status dari saudara Iptu Tigor Simanjuntak bagaimana proses hukumnya karena turut kita laporkan juga, kenapa hanya 1 tersangka,” kata Dwi Ngai Sinaga SH MH yang didampingi Bennri Pakpahan SH, Angelius Agustinus Simbolon SH dan tim lainnya kepada wartawan, Minggu  (30/1/2022).

Sambung, tim LBH Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) se-Dunia ini menyebut, kasus tersebut sebenarnya sudah lama dilaporkan,  tapi akhirnya  korban bisa mendapatkan keadilan hukum.

“Proses untuk mendapatkan keadilan hukum bagi korban sudah hampir satu tahun berjalan. Dari sejak bulan Mei 2021  kami dari para kuasa hukum tak hentinya bersuara termasuk kalangan anggota legislatif. Dan kasus ini sempat menjadi perhatian publik hingga secara bertahap berjalan walaupun terkesan sangat lama,” kata Dwi .

Dikatakan, pimpinan Dwi Ngai Sinaga dan Asociates ini disaat awal peristiwa korban sudah membuat laporan kepada pihak Polda Sumatera Utara karena adanya keterlibatan oknum polisi hingga ke Polrestabes Medan.

Sambung, Dwi ditanggal 31 Agustus 2021,  Iptu Tigor Simanjuntak yang bertugas di Polres Deli Serdang diberikan saksi atas pelanggaran disiplin sebagai oknum polisi.

“Saat itu berdasarkan sidang kode etik ada empat poin amar putusan, yakni mutasi atau pindah tugas, penundaan kenaikan pangkat dan penundaan gaji berkala selama setahun dan penundaan pendidikan selama setahun. Hingga akhirnya dijatuhkan saksi hukuman penundaan kenaikan gaji berkala satu tahun serta penundaan mengikuti pendidikan selama setahun ,” ucap Dwi.

Akhirnya pada 2 Desember 2021, sambung Dwi, dilakukan gelar perkara hingga akhirnya Januari 2022 ditetapkan adanya tersangka.

Lain hal, Dwi berharap agar kasus tersebut dapat berjalan secara transparan karena adanya keterlibatan oknum polisi, Iptu Tigor Simanjuntak

“Jadi, tersangka masih satu orang dari laporan yang kami buat 2 orang. Kami berharap agar kasus ini bisa berposes hingga ke meja hijau,tapi tetap kami pertanyakan juga untuk Iptu Tigor Simanjuntak yang dilaporkan klien kami atas nama Romulo Makarios Sinaga ,” kata Dwi.

Untuk berjalannya, proses hukum tersebut tegas dikatakan, Dwi pihaknya akan mengawal hingga tuntas.

“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas ke persidangan.Apalagi, klien kami ini merupakan wartawan sehingga atas dasar ini kami himbau seluruh pihak mari kita kawal ini khusus aparat penegak hukum baik di kepolisian atau pun para hakim di Pengadilan kami minta objektif dan transparan terhadap kasus ini agar hukum bisa tegak dan adil,” kata Dwi.

Sekedar mengingatkan peristiwa ini terjadi di Mei 2021 dimana kata Romulo peristiwa ini berawal ketika kakak iparnya terlibat masalah utang piutang dengan rentenir yang ada di Jalan Sei Tuntungan Baru, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan. Saat itu, datang sejumlah lelaki mencari kakak iparnya di area Pasar Petisah, Medan Baru.

“Saat itu oknum dugaan polisi bicara dengan istri saya untuk menemui kakak ipar saya dan saat itu ketika mereka bicara melintas kakak saya dan menyampaikan masalah ini akan diselesaikan di rumah Situmorang yang memberikan pinjaman,” kata Romulo kepada wartawan, Selasa (25/5/2021).

Karena beritikad ingin menyelesaikan masalah ini, Romulo mengantarkan kakak iparnya ke Jalan Sei Tuntungan Baru. Kebetulan, sang kakak ipar tak punya kendaraan untuk berangkat ke lokasi. Malam itu, kata Romulo, dirinya turut membawa serta anak dan istrinya karena dia baru saja menutup toko dan berencana pulang ke rumah.

“Namun, setelah sampai di Jalan Sei Tuntungan itu, saya menunggu di luar halaman teras. Kakak ipar, istri dan anak saya masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian, terdengar ribut-ribut dari dalam rumah. Spontan, saya masuk dan ingin memastikan apa yang terjadi dengan kakak ipar dan istri saya,” ujar Romulo.

“Pas saya masuk, ada dua dari tiga oknum rekan itu sempat menghadang saya. Saya masuk ke rumah pun karena spontan saja karena adu mulut dan berusaha melerai,” terangnya.

Di dalam rumah, oknum polisi marah-marah sembari mengatakan bahwa dirinya polisi dan akan menangkap orang yang berada di dalam rumah bersama istri dan kakak iparnya.

Karena situasi memanas, kakak ipar Romulo sengaja merekam peristiwa ini, khawatir terjadi sesuatu, sekaligus untuk dijadikan bukti bila ada tindak kekerasan. Tak disangka, apa yang dikhawatirkan terjadi. Setelah mengancam memenjarakan, diduga oknum polisi itu kemudian merampas ponsel kakak ipar Romulo.

Sontak, Romulo pun berusaha melerai. Nahasnya, dia malah dikeroyok oknum polisi itu.

“Biar ku tahan kalian bertiga di sini. Nanti ku rampas HP mu itu,” ucap pria tersebut sembari merampas hp kak ipar Romulo.

Romulo yang juga wartawan disalah satu media online di Kota Medan ini sempat berupaya keras agar bisa keluar dari rumah, tapi tidak diberikan. Bahkan, dirinya sempat dihadang rekan-rekan yang diduga oknum polisi tersebut.

“Malam itu saya tetap mendesak agar keluar dari rumah tersebut dan oknum tersebut sempat mengatakan panggil deking kalian. Setelah saya berhasil keluar akhirnya saya hubungi keluarga membawa anak saya ini yang paling utama,” ucapnya.

Namun, kata Romulo oknum tersebut meminta kepada rekannya agar jangan dikeluarkan mobil miliknya dari dalam rumah tersebut.

” Saya berupaya untuk meminta mobil saya, tapi tidak diberikan. Saat itu mobil saya sudah dihalangi oleh mobil milik yang dibawa oknum tersebut katanya mobil saya harus ditahan pada hal ini tidak ada kaitan apa pun ,” kata Romulo.

saat malam tersebut, Romulo langsung membuat laporan ke Polrestabes Medan atas tindakan penganiayaan dengan laporan polisi nomor: LP/B/1047/K/V/2021/SPKT Restabes Medan tanggal 25 Mei 2021, termasuk laporan perampasan aset hingga  ke Polda Sumatera Utara karena adanya keterlibatan oknum polisi. (Jeng)

Medanoke.com – Medan, Salah satu anggota kepolisian berpangkat Aipda terbukti merencanakan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap 2 wanita bernama Riska Pitria dan Aprilia Cinta.

Majelis hakim banding yang diketuai Wayan Karya dibantu dua anggota majelis hakim banding lainnya yakni Henry Tarigan dan Krosbin Lumban Gaol menyampaikan putusan Nomor Nomor 1977/Pid/2021/PT MDN tanggal 30 Desember 2021 itu dibacakan pada Kamis, 30 Desember 2021.

“Mengadili, menerima permintaan banding dari penasihat hukum terdakwa dan penuntut umum tersebut. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 11 Oktober 2021 Nomor 1554/Pid.B/2021/PN Mdn yang dimintakan banding tersebut,” ucap Wayan Medan dalam putusan yang dimuat di situs PT Medan, Rabu (5/1).

Kemudian, JPU (Jaksa Penuntut Umum) Aisyah yang menangani perkara ini mengaku sudah menerima informasi terkait putusan banding. Namun, Aisyah mengatakan pihaknya belum menerima salinan putusan itu.

“Kami belum terima putusannya, namun berdasarkan informasi dari SIPP, putusan itu menguatkan putusan PN Medan,” ujar Aisyah.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), perkara ini berawal pada Sabtu, 20 Februari 2021 sekira jam 14.00 WIB. Saat itu, terdakwa Roni Syahputra sudah tertarik dengan korban, Riska Fitria (21) warga Lorong VI Veteran Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan selaku honorer di Polres Pelabuhan Belawan.

Melansir CCN Indonesia, terdakwa menghubungi Riska untuk bertemu dengan alasan agar membicarakan masalah titipan. Terdakwa membuat suatu cerita seolah-olah barang yang disebutkan oleh Riska sudah ada pada terdakwa.

Kemudian, terdakwa dan Riska janjian bertemu di Polres Pelabuhan Belawan. Dari rumahnya, terdakwa mengendarai mobil Xenia miliknya. Sedangkan Riska ditemani oleh tetangganya berinisial AP (13), korban lain dalam perkara ini.

Sesampainya di Polres Pelabuhan Belawan, terdakwa menyuruh Riska dan Aprila naik ke dalam mobilnya. Namun saat itu Riska sempat curiga dan bertanya kepada terdakwa.

Selanjutnya, terdakwa mengemudikan mobil ke arah Jalan Haji Anif Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deliserdang.

“Masalah uangmu dan HP nantilah kita ambil,” kata terdakwa.

“Jangan gitu lah pak,”jawab Riska yang direspons oleh terdakwa agar bersabar.

Setelah itu, karena sangat bernafsu dan tertarik dengan tubuh Riska, terdakwa menarik tangan sebelah kiri Riska. Karena kaget, Riska menolaknya.

“Diam aja kau, biar aku urus perkara mu,” teriak terdakwa.

“Ya udah enggak usah diurus,” bentak Riska.

Namun, terdakwa kembali memaksa dan memeluk serta meremas payudara Riska. Ketika itu, Riska kembali berontak dan korban AP langsung berteriak. Melihat itu, terdakwa melakukan penganiayaan terhadap kedua korban.

Kepala kedua korban dipukul. Tangan diborgol dan mulut dilakban. Selanjutnya, terdakwa membawa kedua korban ke Hotel Alam Indah di Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan dan memesan kamar seharga Rp80 ribu.

Terdakwa memasukkan kedua korban ke dalam kamar. Di dalam kamar, terdakwa mencoba untuk memperkosa Riska terlebih dahulu. Karena saat itu Riska sedang datang bulan sehingga terdakwa kesal. Kemudian, terdakwa melampiaskannya kepada AP.

Lalu terdakwa membawa kedua korban yang masih diborgol dan mulut dilakban ke rumahnya. Sesampainya di rumah, terdakwa memasukkan kedua korban ke kamar. Terdakwa menyekap keduanya.

Istri terdakwa sempat bertanya kenapa kedua korban dibawa ke kamar. Namun, terdakwa langsung mengancam akan membunuh istrinya jika banyak tanya. Keesokan harinya, terdakwa mengambil bantal dan duduk di atas perut Riska dengan menekan sekuat tenaganya.

Sehingga Riska pun meninggal dunia. Hal sama juga dilakukan terdakwa kepada AP.

Selanjutnya, mayat kedua korban dibuang di dua lokasi berbeda. Riska dibuang di kawasan Perbaungan Kabupaten Sergai dan AP dibuang di Jalan Budi Kemasyarakatan Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat. (Jeng)