demo

Medanoke.com-Medan, Barisan Pemuda dan Mahasiswa Sumatera Utara (BPM) Sumut, Selasa,(12/8/22) mendatangi kantor Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan melakukan aksi unjuk rasa terkait pencemaran lingkungan hidup dan meminta Kapolda Sumut untuk mengambil langkah tegas dan segera melakukan proses hukum terhadap Direktur Utama PT Sumber Sawit Nusantara (PT SSN) terkait pembuangan limbah di badan sungai Barumun yang berlokasi di Desa Sionggoton, Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) Sumatera Utara.

Abdul Ghani Hasibuan selaku koordinator lapangan mengatakan dalam orasinya bahwa PT Sumber Sawit Nusantar melakukan pencemaran lingkungan hidup dengan membuang limbah pabrik di badan Sungai Barumun. Hal ini di amini Dinas Lingkungan Hidup Paluta yang juga menyampakan bahwa betul adanya kegiatan PT SSN telah melakukan pembuangan limbah ke badan sungai Barumun.

“Sesuai hasil investigasi kami dilapangan bahwa pembuangan limbah di sungai Barumun mengakibatkan sungai Barumun keruh dan ikan mati,” pungkas Abdul Ghani Hasibuan.

Setelah beberapa jam melakukan aksi orasi, kasiaga SPKT Polda Sumut menanggapi aspirasi mahasiswa dan mengatakan akan di lakukan penyelidikan terkait Pembuangan Limbah di badan Sungai Barumun.

Setelah mendengarkan tanggapan BPM Sumut memberikan laporan secara resmi kepada pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara dengan harapan agar Kapolda bisa lebih mudah melakukan pemanggilan kepada Dirut PT Sumber Sawit Nusantara.

Medanoke.com- Medan, Sangat Kecewa terhadap Pembangunan Proyek Pengendalian Daya Rusak Sungai Percut, FMPK-SU Demo kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) karena Menilai proyek tersebut tidak Sesuai dengan Standart dan Spikasi yang ada di Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dan Bestek Pekerjaan.

Dugaan adanya penyimpangan proyek ini berdasarkan investigasi dilapangan, yang dilakukan oleh mahasiswa aktifis penggiat anti korupsi, yang tergabung dalam FMPK-SU.

Dalam orasinya, Ketua Umum FMPK-SU Abdul Gani Hasibuan  meminta kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut), agar segera  memanggil dan memeriksa, serta melakukan penyelidikan mauoun penyidikan,  terhadap Kementerian Direktorat Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera II dan pemenang tender pengerjaan proyek, PT Sinar Cempaka Raya, terkait proyek Pengendalian Daya Rusak Sungai Percut.

 
“Kami kuat menduga sudah ada terjadi tindak pidana korupsi yang di lakukan oleh Kepala Direktorat Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera dua dan pemenang tender PT. Sinar Cempaka Raya, demi mengambil ke untungan pribadi ataupun kelompok,” ujar Abdul Gani.
 
Abdul Gani Hasibuan juga mengatakan bahwa pada tahun 2021, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memberikan anggaran yang bersumber dari dana APBN, kepada Satuan Kerja (Satker) Direktorat Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera II,  Senilai RP.  3.297.679.000 (Tiga Milyar Dua Ratus Sembilan Puluh Tujuh Juta Enam Ratus Tujuh Puluh Sembilan Ribu Rupiah).

Namun dalam pengerjaannya, proyek tersebut diduga tidak sesuai dengan kondisi fisik bangunan, padahal jumlah dana anggaran yang digelontorkan untuk proyek bangunan tersebut terbilang sangat besar.
 
Pendemo berharap Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, sejalani dengan visi dan misi Kejaksaan Agung RI untuk mewujudkan wilayah bebas korupsi, berdasarkan informasi yang telah dilaporkan oleh FMKP-SU dan segera melakukan pemeriksaan secara intensif dan marathon terhadap pelaksana proyek.

Menurut demonstran, aksi yang mereka lakukaanl ini untuk mendukung Kejaksaan untuk segera menindak lanjuti hasil temuan yang mereka laporkan.(aSp)

Medanoke.com – Medan, Pihak kepolisian telah menahan 3 orang yang diduga terkait dengan kelompok KAMI dan terlibat dalam aksi demo penolakan UU Cipta Kerja di Medan beberapa waktu lalu. Satu diantaranya merupakan Ketua (KAMI) Medan, Khairi Amri. Ketiganya kini telah dibawa ke Mabes Polri untuk penyelidikan lebih lanjut.

Atas hal tersebut, Ketua KAUM (Korp Advokat Alumni Umsu), Mahmud Irsad Lubis, di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Senin (19/10), mendaftarkan gugatan praperadilan atas penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka kliennya dalam ricuh unjuk rasa penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, Senin (19/10).

“Dari perjalanan kasus ini ada tiga aspek diajukan praperadilan ini, pertama aspek penetapan tersangka, aspek penangkapan dan aspek penahanan klien kami atas nama Khairi Amri,” tegas Mahmud Irsad di Pengadilan Negeri Medan.

Dalam akta permohonan praperadilan nomor 37/Pid.Pra/2020/PN.MDN itu, sebanyak 34 pengacara dari Korps Advokat Alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menjadi kuasa hukum Khairi Amri selaku pemohon. Sedangkan selaku termohon yakni Kapolri, Kapolda Sumut, dan Kapolrestabes Medan.

“Berdasarkan keputusan MK semua peristiwa yang kami dalilkan termasuk penyitaan dan penggeledahan harua dimaknai sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup. Namun klien kami ditangkap waktu aksi unjuk rasa tanpa alat bukti yang cukup,” tambah Mahmud.

Dia mengatakan Khairi Amri ditangkap dengan tuduhan melakukan ujaran kebencian dan menghasut untuk melakukan tindak kekerasan di grup whatsapp yang beranggotakan 50 orang.

“Khairi Amri tidak pernah membuktikan hal tersebut. Dan WA itu didapatkan setelah dia ditangkap dan ditahan. Kami memandang penangkapan dan penahanan itu yang didahului dengan penetapan tersangka tidak sah dengan peraturan yang ada,” jelasnya.

Bahkan kliennya juga dituding mendanai aksi unjuk rasa ricuh di DPRD Sumut pada 8 Oktober 2020 kemarin. Padahal kliennya hanya menyalurkan bantuan makanan dari donatur untuk para mahasiswa yang melakukan demonstrasi.

“Beliau ini (Khairi Amri,red) tukang ojek ini, jadi tukang ojek yang berusaha meruntuhkan negara. Kita belum bisa berpikir ke sana. Dana pribadi yang masuk ke dia, dia share ke grup WA, lalu ada bantuan Rp300 ribu dan Rp100 ribu. Uang itulah digunakan untuk membeli nasi mahasiswa. Lalu apa negara ini bisa runtuh hanya dengan Rp300 ribu rupiah?” ujar Mahmud.

Atas dasar itu, pihaknya menilai penangkapan dan penahanan kliennya terlalu dipaksakan sehingga cacat hukum sehingga harus dibatalkan. Dia juga menilai Mabes Polri tidak punya hak membawa Khairi Amri ke Jakarta untuk ditahan.

“Khairi Amri ditangkap Polrestabes Medan bukan Mabes Polri. Sprindik apa yang digunakan Mabes Polri membawanya ke sana. Klien kami ditangkap dahulu baru digelar perkara untuk penangkapan. Kita memandang tak boleh itu dilakukan. Kami minta klien kami dibebaskan,” tegasnya.

Polisi mengamankan 337 orang yang melakukan kerusuhan dalam aksi unjuk rasa menolak disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja pada hari kedua unjuk rasa di DPRD Sumut, Jumat (9/10)Aksi massa tolak Omnibus Law Cipta Kerja di depan DPRD Sumatera Utara, 9 Oktober 2020. (CNN Indonesia/ Farida)
Tak hanya menempuh upaya praperadilan, pihaknya juga akan mengadukan kasus itu ke Ombudsman RI dan Komnas HAM.

“Besok (Selasa, 20/10) pengacara Khairi Amri akan datang ke Jakarta untuk melakukan tindakan perlawanan hukum ke Ombusdman dan ke Komnas HAM, agar bisa membebaskan Khairi Amri karena penangkapan itu sangat dipaksakan dan prematur,” urainya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan 9 orang sebagai tersangka dugaan penghasutan terkait demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020. Mereka diduga memiliki peran masing-masing dalam memicu ricuhnya demo di sejumlah daerah itu.

Adapun 9 tersangka yang ditetapkan yakni Khairi Amri (KA), Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH), dan Anton Permana (AP). Kemudian Juliana (JG), Novita Zahara S (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP), Kingkin Anida (KA), dan Deddy Wahyudi (DW).

Khairi Amri, yang merupakan Ketua KAMI Medan ditangkap di Medan bersama tiga tersangka lainnya yakni Juliana, Novita Zahara S, Wahyu Rasasi Putri, yang juga merupakan aktivis. Khairi diduga berperan sebagai admin grup WhatsApp (WAG) KAMI Medan.

Dalam WA itu, Khairi diduga menyampaikan ujaran kebencian terhadap DPR RI. Khairi menghasut anggota grup untuk berbuat rusuh. Dia juga disebut memotivasi agar anggota grup WA tersebut tidak takut untuk membuat rusuh saat demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja.(*)